BUGISWARTA.com, Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Dra. Hj. Wardatul Asriah, MBA, angkat bicara mengenai skorsing terhadap 31 mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Menurutnya, DPR RI perlu segera mendesak pihak kampus untuk menyelesaikan persoalan ini secara adil dan bermusyawarah.
Pernyataan ini disampaikan Dra. Hj. Wardatul dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama perwakilan mahasiswa UIN Alauddin Makassar yang digelar Senin, 18 November 2024, di ruang Komisi VIII, Gedung Nusantara II DPR RI. RDPU ini menjadi forum penting untuk mendengar langsung keluhan mahasiswa terkait skorsing yang dianggap tidak adil.
“Dalam rapat ini, saya mendengar bahwa adik-adik mahasiswa merasa tidak mendapatkan keadilan atas perjuangan mereka dalam menyampaikan aspirasi. Saya yakin mereka telah mencoba berbagai cara untuk menyelesaikan masalah ini sebelum akhirnya datang ke Komisi VIII,” ujar Wardatul.
Salah satu poin penting yang disoroti adalah permintaan mahasiswa agar DPR RI mendesak Rektor UIN Alauddin Makassar mencabut Surat Edaran (SE) Nomor 3652 tentang perubahan atas SE Nomor 2591 Tahun 2024. Surat tersebut mengatur mekanisme penyampaian aspirasi mahasiswa, yang dinilai membatasi kebebasan berekspresi, serta Surat Keputusan skorsing terhadap 31 mahasiswa.
“Saya garis bawahi bahwa surat edaran dan keputusan skorsing ini memang menjadi inti masalah. Kita harus memastikan bahwa ada keterbukaan dari semua pihak, baik mahasiswa maupun universitas. Oleh karena itu, kita perlu memanggil semua pihak terkait, termasuk Kementerian Agama,” tegas Wardatul.
Wardatul juga menekankan pentingnya penyelesaian masalah melalui musyawarah. Sebagai seorang ibu, ia mengaku turut merasakan kesedihan jika harapan orang tua terhadap pendidikan anak mereka terganggu oleh skorsing yang menyebabkan mahasiswa tidak bisa lagi beraktivitas di kampus.
“Saya harap persoalan ini dapat diperjuangkan agar 31 mahasiswa tersebut bisa kembali aktif mengikuti perkuliahan seperti biasa. Hal ini tentu membutuhkan dialog terbuka antara mahasiswa dan pihak kampus,” tambahnya.
Wardatul juga menyoroti perlunya kajian lebih lanjut terhadap surat edaran yang menjadi salah satu sumber persoalan. “Saya baru membaca surat edaran ini, dan dari tujuh poin yang diajukan mahasiswa, sebenarnya bisa dibahas bersama. Diskusi antara mahasiswa dan kampus adalah langkah yang paling tepat untuk mencari solusi.”
Komisi VIII, lanjutnya, berkomitmen memfasilitasi dialog antara pihak kampus, mahasiswa, dan Kementerian Agama untuk memastikan penyelesaian yang adil. “Keterbukaan menjadi kunci. Kami akan memastikan semua pihak duduk bersama demi kepentingan pendidikan dan masa depan mahasiswa,” ujarnya.
Dengan pendekatan yang inklusif ini, Dra. Hj. Wardatul Asriah berharap konflik ini tidak hanya selesai, tetapi juga menjadi pelajaran penting tentang pentingnya komunikasi dan musyawarah dalam menangani masalah di dunia pendidikan. Dukungan dari Komisi VIII diharapkan menjadi pendorong bagi UIN Alauddin Makassar untuk segera mengambil langkah konkret demi mengakhiri polemik ini.