Bugiswarta.com, Selayar -- Pulau Latondu merupakan gugusan pulau berpenghuni yang terbentuk di atas lahan pasir laut, seluas kurang lebih, 101 ha. Secara adminitratif pemerintahan, Pulau Latondu, terletak di wilayah administratif, Kecamatan Takabonerate.
Desa Latondu didiami oleh kurang lebih 189 kepala keluarga dan 798 jiwa penduduk yang terdiri dari suku Bajo, Flores dan Selayar.
Mengingat akan mata pencaharian warga masyarakatnya yang rata-rata menggantungkan kehidupan dari hasil melaut, dengan daya dukung karakteristik alamnya yang berada di wilayah pesisir, maka tidak heran, jika hampir seluruh bentuk biota laut dapat di jumpai di daerah yang terbentuk, di atas paparan pasir, sepanjang kurang lebih. 411 ha, dan 197 ha, karang mati tersebut.
Berada di Pulau Latondu yang dikelilingi oleh bentangan pasir putih nan lembut, selembut salju membawa alam khayal, bak tengah berada di ‘negeri’ salju. Selama berpetualang di Pulau Latondu, pengunjung akan banyak mengenal nama-nama pantai yang sudah tidak asing di telinga, maupun memory ingatan.
Jika sebelumnya, pengunjung, pernah menapakkan kaki, di Provinsi Jawa Timur, maka nama ruas jalur pantai utara yang kemudian disingkat dengan sebutan jalur pantura, pasti sudah sangat familiar di kuping seorang pengunjung atau wisatawan mancanegara.
Nah, setiba di Pulau Latondu, kaki pengunjung akan di bawah melangkah menyusuri keindahan panorama alam pantai jalur utara yang oleh masyarakat setempat, juga kerap diistilahkan dengan sebutan pantai utara disingkat Pantura.
Selain itu, pengunjung juga akan di bawah berkeliling menapaki pantai Marina, Pulau Latondu dan kembali diingatkan pada salah satu nama pantai tersohor yang terletak di perbatasan kota Butta Toa, Kabupaten Kabupaten Bantaeng, dan Kota Butta Panrita Lopi, Kabupaten Bulukumba.
Pantai Marina Bantaeng, demikian, nama salah satu lokasi destinasi pariwisata primadona milik masyarakat kota Butta Toa yang dirintis dan dibangun pertama kali oleh mantan Bupati Bantaeng yang sekarang terpilih menjadi Gubernur Sulawesi-Selatan, Prof. Dr. Ir. H.M Nurdin Abdullah, M.Agr
Tak berakhir sampai di situ. Akan tetapi, pengunjung juga akan di bawah berpetualang dan menyaksikan dari dekat aktivitas nelayan pengolahan dan penjemuran daging ikan buntala. di Pulau yang sama, pengunjung juga dapat menyaksikan lokasi konservasi atau penangkaran anak tukik (penyu), sebelum siap di lepas ke alam bebas.
Berbeda dengan pulau-pulau lain di wilayah administratif Kecamatan Takabonerate lainnya, masyarakat Pulau Latondu, telah diajarkan dan didik untuk mengenal dan tidak menangkap jenis-jenis biota laut di lindungi.
Sebuah papan bertorehkan nama serta jenis biota laut dilindungi yang dilengkapi oleh keberadaan dokumentasi foto, di pancang sebagai media sosialisasi bagi masyarakat lokal, pengunjung, maupun wisatawan mancanegara yang datang berpetualang ke Pulau Latondu.
di salah satu ruas jalan pemukiman pengunjung juga dapat menjumpai dan menyaksikan sebuah papan berlatar belakang cat hijau bertuliskan “ Kelompok Masyarakat Peduli KIMA” Desa Latondu, Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Selayar.
Melengkapi referensi pengetahuan dan dokumentasi foto, Pulau Latondu, pengunjung dapat melangkahkan kaki, menuju ke lokasi industri pembuatan perahu jolor tradisional buatan masyarakat lokal.
Setelah itu, pengunjung juga dapat menyaksikan deretan lokasi penjemuran teripang, biota laut satu ini, dipercaya dan diyakini memiliki beberapa khasiat, saat diolah, dan dijadikan sebagai ramuan obat tradisional.
Usai menyaksikan lokasi penjemuran teripang, pengunjung dapat melanjutkan perjalanan menyusuri kawasan pesisir pantai dan menyaksikan nelayan lokal mengangkut hasil tangkapan ikan moray untuk kemudian dipotong-potong kecil, dan dijemur.
di sore hari, pengunjung dapat menyaksikan kumpulan ibu-ibu rumah tangga yang hampir setiap petang berkerumung di pinggir pantai menanti suami dan perahu keluarga mereka berlabuh di tepi pantai, sekembali dari melakukan aktivitas melaut.
Saat berdiri dan menatap lepas ke arah pantai. Mata pengunjung akan dimanjakan oleh keindahan panorama laut lepas dan pancaran cahaya bening, bak crystal yang terpantul di atas bening air laut, kebiru-biruan.
di tempat yang sama, pengunjung juga dapat melihat dari dekat deretan pohon kelapa yang tumbuh di antara kawasan pemukiman warga nelayan tradisional, beraksitektur bangunan rumah panggung, beratap daun kelapa,
terakhir, mata pengunjung akan ‘dimanjakan’ oleh pantulan cahaya merah merekah di atas damainya air laut sebuah pertanda bahwa sebentar lagi hari akan berganti malam.
Keindahan panorama alam sunset nan menawan, bak magnet di tengah laut akan membuat pengunjung terhenyak, dan berdecak kagum atau bahkan bahkan mengambil keputusan untuk tiinggal berlama-lama di Pulau Latondu.
(FadlySyarif/Usman)
Desa Latondu didiami oleh kurang lebih 189 kepala keluarga dan 798 jiwa penduduk yang terdiri dari suku Bajo, Flores dan Selayar.
Mengingat akan mata pencaharian warga masyarakatnya yang rata-rata menggantungkan kehidupan dari hasil melaut, dengan daya dukung karakteristik alamnya yang berada di wilayah pesisir, maka tidak heran, jika hampir seluruh bentuk biota laut dapat di jumpai di daerah yang terbentuk, di atas paparan pasir, sepanjang kurang lebih. 411 ha, dan 197 ha, karang mati tersebut.
Berada di Pulau Latondu yang dikelilingi oleh bentangan pasir putih nan lembut, selembut salju membawa alam khayal, bak tengah berada di ‘negeri’ salju. Selama berpetualang di Pulau Latondu, pengunjung akan banyak mengenal nama-nama pantai yang sudah tidak asing di telinga, maupun memory ingatan.
Jika sebelumnya, pengunjung, pernah menapakkan kaki, di Provinsi Jawa Timur, maka nama ruas jalur pantai utara yang kemudian disingkat dengan sebutan jalur pantura, pasti sudah sangat familiar di kuping seorang pengunjung atau wisatawan mancanegara.
Nah, setiba di Pulau Latondu, kaki pengunjung akan di bawah melangkah menyusuri keindahan panorama alam pantai jalur utara yang oleh masyarakat setempat, juga kerap diistilahkan dengan sebutan pantai utara disingkat Pantura.
Selain itu, pengunjung juga akan di bawah berkeliling menapaki pantai Marina, Pulau Latondu dan kembali diingatkan pada salah satu nama pantai tersohor yang terletak di perbatasan kota Butta Toa, Kabupaten Kabupaten Bantaeng, dan Kota Butta Panrita Lopi, Kabupaten Bulukumba.
Pantai Marina Bantaeng, demikian, nama salah satu lokasi destinasi pariwisata primadona milik masyarakat kota Butta Toa yang dirintis dan dibangun pertama kali oleh mantan Bupati Bantaeng yang sekarang terpilih menjadi Gubernur Sulawesi-Selatan, Prof. Dr. Ir. H.M Nurdin Abdullah, M.Agr
Tak berakhir sampai di situ. Akan tetapi, pengunjung juga akan di bawah berpetualang dan menyaksikan dari dekat aktivitas nelayan pengolahan dan penjemuran daging ikan buntala. di Pulau yang sama, pengunjung juga dapat menyaksikan lokasi konservasi atau penangkaran anak tukik (penyu), sebelum siap di lepas ke alam bebas.
Berbeda dengan pulau-pulau lain di wilayah administratif Kecamatan Takabonerate lainnya, masyarakat Pulau Latondu, telah diajarkan dan didik untuk mengenal dan tidak menangkap jenis-jenis biota laut di lindungi.
Sebuah papan bertorehkan nama serta jenis biota laut dilindungi yang dilengkapi oleh keberadaan dokumentasi foto, di pancang sebagai media sosialisasi bagi masyarakat lokal, pengunjung, maupun wisatawan mancanegara yang datang berpetualang ke Pulau Latondu.
di salah satu ruas jalan pemukiman pengunjung juga dapat menjumpai dan menyaksikan sebuah papan berlatar belakang cat hijau bertuliskan “ Kelompok Masyarakat Peduli KIMA” Desa Latondu, Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Selayar.
Melengkapi referensi pengetahuan dan dokumentasi foto, Pulau Latondu, pengunjung dapat melangkahkan kaki, menuju ke lokasi industri pembuatan perahu jolor tradisional buatan masyarakat lokal.
Setelah itu, pengunjung juga dapat menyaksikan deretan lokasi penjemuran teripang, biota laut satu ini, dipercaya dan diyakini memiliki beberapa khasiat, saat diolah, dan dijadikan sebagai ramuan obat tradisional.
Usai menyaksikan lokasi penjemuran teripang, pengunjung dapat melanjutkan perjalanan menyusuri kawasan pesisir pantai dan menyaksikan nelayan lokal mengangkut hasil tangkapan ikan moray untuk kemudian dipotong-potong kecil, dan dijemur.
di sore hari, pengunjung dapat menyaksikan kumpulan ibu-ibu rumah tangga yang hampir setiap petang berkerumung di pinggir pantai menanti suami dan perahu keluarga mereka berlabuh di tepi pantai, sekembali dari melakukan aktivitas melaut.
Saat berdiri dan menatap lepas ke arah pantai. Mata pengunjung akan dimanjakan oleh keindahan panorama laut lepas dan pancaran cahaya bening, bak crystal yang terpantul di atas bening air laut, kebiru-biruan.
di tempat yang sama, pengunjung juga dapat melihat dari dekat deretan pohon kelapa yang tumbuh di antara kawasan pemukiman warga nelayan tradisional, beraksitektur bangunan rumah panggung, beratap daun kelapa,
terakhir, mata pengunjung akan ‘dimanjakan’ oleh pantulan cahaya merah merekah di atas damainya air laut sebuah pertanda bahwa sebentar lagi hari akan berganti malam.
Keindahan panorama alam sunset nan menawan, bak magnet di tengah laut akan membuat pengunjung terhenyak, dan berdecak kagum atau bahkan bahkan mengambil keputusan untuk tiinggal berlama-lama di Pulau Latondu.
(FadlySyarif/Usman)