Logo LEKAS/Dok. Bugiswarta.com |
Bugiswarta.com, Jakarta -- Laporan pertanggungjawaban (LPJ) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 baru saja disetujui tepatnya Selasa, (20/8/2019), hanya Gerindra yang secara terang-terangan menyatakan penolakan terhadap laporan tersebut sementara PKS menerima dengan memberikan catatan terhadap RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN tersebut.
Penolakan Gerindra terhadap laporang pertanggungjawaban pemerintah dalam menggunakan APBN 2018 di Apresiasi oleh Direktur Bidang Pengkajian dan Analisis Data Lembaga Kajian dan Advokasi Lintas Masyarakat (Lekas) Usman Al-Khair Larampeng
"Setidaknya saat ini Gerindra telah memberikan analisis dan sudut pandang yang berbeda dengan Partai-Partai lain dan tepatlah langkah Gerindra yang senangtiasa melalukan kritik terhadap kebijakan pemerintah," Kata Usman yang juga pendiri Lekas, Kamis 22/8/2019
Sebelumnya Pandangan Gerindra terhadap laporan pertanggungjawaban APBN 2018 yang dinilainya gagal memenuhi sejumlah target ekonomi makro diantaranya pertumbuhan ekonomi, realisasi nilai tukar rupiah, lifting minyak dan lifting gas. Adapun realisasi Pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,17 persen berada di bawah target asumsi APBN sebesar 5,40 persen.
Berita Sebelumnya : Gagal Capai Target, Gerindra Tolak LPJ APBN 2018
Realisasi nilai tukar rupiah sebesar Rp 14.247 per dollar Amerika Serikat (AS), lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi APBN sebesar Rp 13.400 per dollar AS. Sementara itu lifting minyak hanya mencapai 778.000 barel per hari dari target sebanyak 800.000 barel per hari, dan lifting gas hanya mencapai 1,14 juta barel per hari dari target 1,2 juta barel per hari.
“Langkah kebijakan pemerintah didalam merealisasikan APBN 2018 belum berhasil memenuhi target yang menjadi amanat undang-undang. Pemerintah harus bersungguh-sunguh dalam memperbaiki kinerja pengelolaan anggaran yang berorientasi peningkatan kesejahteraan rakyat dan kemajuan perekonomian nasional,” kata Heri Gunawan seperti yang dikutif di web DPR.go.id , Selasa (20/8/2019).
menurutnya rasio utang pemerintah pusat semenjak tahun 2015, terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 27,4 persen, lalu tahun 2016 sebesar 28,3 persen dan tahun 2017 naik lagi jadi 29,4 persen.
Pada tahun 2018 rasio utang Pemerintah naik lagi menjadi 29,81 persen. “Sampai dengan 31 Desember 2018, nilai pokok atas utang pemerintah sebesar Rp 4.466 triliun yang terdiri dari utang luar negeri sebesar Rp2.655 triliun atau 59 persen dan utang dalam negeri sebesar Rp 1.811 triliun atau 41 persen,” jelas politisi asal Sukabumi ini.
Selain itu, realisasi belanja subsidi tahun 2018 sebesar Rp216 triliun juga melebihi pagu anggaran yang ditetapkan APBN sebesar Rp156 triliun dan meningkat sebesar Rp50 triliun dibandingkan dengan tahun 2017. Untuk tahun 2019, Heri berharap pemerintah bisa lebih bekerja lebih keras lagi untuk mencapai beberapa target-target ekonomi makro, sebagaimana yang sudah disepakati antara pemerintah dengan DPR.