Bugiswarta.com, Jakarta - Ketua tim hukum pasangan Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto menilai bahwa penyelenggaraan Pemilu 2019 merupakan salah satu proses pemilihan terburuk yang pernah terjadi di negeri ini. Terdapat sejumlah latar belakang yang menguatkan alasan Bambang terkait hal ini.
Bambang menjelaskan, salah satunya adalah mengenai peristiwa meninggalnya ratusan petugas KPPS dan sejumlah pihak yang ikut mengurusi Pilpres pada 17 April lalu.
"Kenapa (pemilu ini) terburuk? Tidak ada pemilu di dunia yang menimbulkan korban lebih dari 700 orang. Tunjukkan pada saya pemilu di dunia ini yang ada ratusan orang mati. Itu ada di Pemilu 2019. Itu gak pernah ada sebelumnya," ujar Bambang Widjojanto dalam sebuah diskusi di Prabowo-Sandi Media Center, Jakarta, 24 Juni 2019.
Yang kedua lanjut Bambang, pada pemilu kali ini juga terdapat proses penegakan hukum yang mampu mengungkap sebuah politik uang dalam jumlah besar untuk memenangkan salah satu calon tertentu.
"Terungkap 400 ribu amplop yang dipakai oleh koordinator pemenangan pemilu Dapil 1 Jawa Tengah. Tunjukkan pada saya di periode sebelumnya. Lantas apa ini hanya 400 ribu? Fenomena kejahatan ini adalah puncak gunug es. Yang ketangkap ada 400 ribu, yang 22 juta potensi kejahatan itu, tidak ketangkap. Kalau tidak dilaporkan ke Bawaslu, bukan berarti kejahatan pemilu tidak terjadi. Keterlibatan penyelenggara negara dilakukan secara aktif, masif, dan kemudian itu juga secara sistematik," terangnya.
"Sehingga kemudian pertanyaannya ini yang sedang bertarung siapa? Capres atau sebenarnya adalah petahana yang kemudian jadi capres? Itu poin yang ketiga, kenapa itu terburuk," jelasnya.
Selain ketiga poin itu, Bambang yang pernah menjadi Komisioner KPK itu juga mengingatkan bahwa ternyata banyak juga rekomendasi Bawaslu yang tidak ditindaklanjuti untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU). Contohnya di Papua dan Surabaya.
"Ini yang menurut saya menjadi masalah. Bawaslu mengatakan rekomendasinya harus A, tapi bagian lain dari Gakunmdu menyatakan B. Jadi sebetulnya ada problem struktural dalam proses law enforcement. Ini juga masalah. Karena ini saya mau tutup yang kelima, kita untuk tidak menunjuk orang lain. Kita melakukan kebodohan tanpa ulang terus menerus tanpa henti .Sudah 74 tahun DPT masih menjadi msasalah. Bangsa ini kok terkesan bodoh sekali gitu, termasuk saya di dalam nya. Kenapa tidak bisa selesaikan? DPT ini buka sekedar berkaitan dengan pemilu," tandas Bambang Widjojanto.
Bambang menjelaskan, salah satunya adalah mengenai peristiwa meninggalnya ratusan petugas KPPS dan sejumlah pihak yang ikut mengurusi Pilpres pada 17 April lalu.
"Kenapa (pemilu ini) terburuk? Tidak ada pemilu di dunia yang menimbulkan korban lebih dari 700 orang. Tunjukkan pada saya pemilu di dunia ini yang ada ratusan orang mati. Itu ada di Pemilu 2019. Itu gak pernah ada sebelumnya," ujar Bambang Widjojanto dalam sebuah diskusi di Prabowo-Sandi Media Center, Jakarta, 24 Juni 2019.
Yang kedua lanjut Bambang, pada pemilu kali ini juga terdapat proses penegakan hukum yang mampu mengungkap sebuah politik uang dalam jumlah besar untuk memenangkan salah satu calon tertentu.
"Terungkap 400 ribu amplop yang dipakai oleh koordinator pemenangan pemilu Dapil 1 Jawa Tengah. Tunjukkan pada saya di periode sebelumnya. Lantas apa ini hanya 400 ribu? Fenomena kejahatan ini adalah puncak gunug es. Yang ketangkap ada 400 ribu, yang 22 juta potensi kejahatan itu, tidak ketangkap. Kalau tidak dilaporkan ke Bawaslu, bukan berarti kejahatan pemilu tidak terjadi. Keterlibatan penyelenggara negara dilakukan secara aktif, masif, dan kemudian itu juga secara sistematik," terangnya.
"Sehingga kemudian pertanyaannya ini yang sedang bertarung siapa? Capres atau sebenarnya adalah petahana yang kemudian jadi capres? Itu poin yang ketiga, kenapa itu terburuk," jelasnya.
Selain ketiga poin itu, Bambang yang pernah menjadi Komisioner KPK itu juga mengingatkan bahwa ternyata banyak juga rekomendasi Bawaslu yang tidak ditindaklanjuti untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU). Contohnya di Papua dan Surabaya.
"Ini yang menurut saya menjadi masalah. Bawaslu mengatakan rekomendasinya harus A, tapi bagian lain dari Gakunmdu menyatakan B. Jadi sebetulnya ada problem struktural dalam proses law enforcement. Ini juga masalah. Karena ini saya mau tutup yang kelima, kita untuk tidak menunjuk orang lain. Kita melakukan kebodohan tanpa ulang terus menerus tanpa henti .Sudah 74 tahun DPT masih menjadi msasalah. Bangsa ini kok terkesan bodoh sekali gitu, termasuk saya di dalam nya. Kenapa tidak bisa selesaikan? DPT ini buka sekedar berkaitan dengan pemilu," tandas Bambang Widjojanto.