Bugiswarta.com, Temanggung -- Merajalelanya tengkulak hingga belum adanya perlindungan pemerintah menjadi isu utama dalam kunjungan Calon Wakil Presiden nomor urut 2, Sandiaga Salahudin Uno di Dusun Malebo Barat, RT 01/03 Desa Malebo, Kandangan, Temanggung, Jawa Tengah pada Sabtu (1/12/2018). Harga kopi pun disebut Sandi semakin pahit.
Pernyataan Sandi merujuk keluhan salah satu petani kopi, Winarto. Petani kopi Desa Malebo itu mengeluhkan tentang pengadaan pupuk. Selain itu, berkuasanya tengkulak yang memainkan harga jual kopi mentah petani.
"Pertama masalah pengadaan pupuk, di sini sistemnya rayon, kelompok, belinya harus di kelompok itu, dan belum pasti ada yang sistem komplitnya. Sehingga kalau kita pindah ke tempat penjual lagi nggak bisa. harapannya kartu tani bisa dimanfaatkan di toko lainnya pak," ungkap Winarto.
Hal senada disampaikan Siti. Dirinya yang merupakan pengurus kelompok tani kopi Desa Malebo itu mengeluhkan pasokan pupuk yang langka. Tidak adanya ketersediaan pupuk, koperasi yang semula didirikan untuk menyuplai kebutuhan pupuk petani justru tutup, petani kembali membeli pupuk kepada tengkulak.
"Kami sudah bentuk koperasi simpan pinjam, tapi ketika mau beli pupuk, persediaan pupuk kosong, jadi koperasi tutup total. Petani kembali lagi beli ke tengkulak," ungkapnya.
"Kebijakan pemerintah soal kopi yang diliat cuma kopinya, tapi petaninya nggak pernah diliat. Harapannya petaninya didahulukan," tambah Imam, salah satu petani kopi.
Mendengar keluhan warga, Sandi menyesalkan keadaan. Menurutnya, pemerintah harus melindungi petani, bukan hanya terkait persediaan pupuk tetapi meliputi penyertaan modal usaha hingga harga jual kopi petani.
"Harga kopi saya bilang rasanya pahit seperti rasa kopinya, karena mestinya harga kopi itu di pasar Rp 24.000 sampai Rp 28.000 sekilo. Kalau di Jakarta sudah 10 kali lipat. Jadi di tingkat petani jangan pahit, harus ada manis-manisnya. Jangan pahit kayak jamu brotowali," ungkap Sandi.
Terkait masalah yang dialami petani, Sandi mengaku memiliki strategi dan solusi yang dapat diterapkan. Langkah pertama adalah pelatihan dan pendampingan, sehingga kualitas produk kopi mentah hingga olahan kopi yang dihasilkan para petani Desa Malebo meningkat.
"Kelas dunia. saya ingin barista dan petani kopi mendapat pendidikan pelatihan yang baik, kalau bisa kita kirim ke eropa atau Amerika. Kedua, branding. di sini udah alhamdulillah. kita ingin brand-nya lebih kuat. masa kita kalah sama Starbuck, padahal nggak punya kebun kopi cuma punya merek aja," tambahnya.
Selain itu, Sandi mengaku akan meluncurkan OK Oce Kopi, sehingga petani dapat membuka usaha kopi. Karena seperti diketahui sentar penghasil kopi di Pulau Jawa terpusat di Temanggung.
"Kita ingin ada industri pengolahan. tadi alat-alatnya sudah bagus, sudah merek pabrikan Jember, walaupun UKM tapi tidak gunakan tradisional, ke depan kita harus terapkan teknologi terkini," ungkap Sandi.
Pernyataan Sandi merujuk keluhan salah satu petani kopi, Winarto. Petani kopi Desa Malebo itu mengeluhkan tentang pengadaan pupuk. Selain itu, berkuasanya tengkulak yang memainkan harga jual kopi mentah petani.
"Pertama masalah pengadaan pupuk, di sini sistemnya rayon, kelompok, belinya harus di kelompok itu, dan belum pasti ada yang sistem komplitnya. Sehingga kalau kita pindah ke tempat penjual lagi nggak bisa. harapannya kartu tani bisa dimanfaatkan di toko lainnya pak," ungkap Winarto.
Hal senada disampaikan Siti. Dirinya yang merupakan pengurus kelompok tani kopi Desa Malebo itu mengeluhkan pasokan pupuk yang langka. Tidak adanya ketersediaan pupuk, koperasi yang semula didirikan untuk menyuplai kebutuhan pupuk petani justru tutup, petani kembali membeli pupuk kepada tengkulak.
"Kami sudah bentuk koperasi simpan pinjam, tapi ketika mau beli pupuk, persediaan pupuk kosong, jadi koperasi tutup total. Petani kembali lagi beli ke tengkulak," ungkapnya.
"Kebijakan pemerintah soal kopi yang diliat cuma kopinya, tapi petaninya nggak pernah diliat. Harapannya petaninya didahulukan," tambah Imam, salah satu petani kopi.
Mendengar keluhan warga, Sandi menyesalkan keadaan. Menurutnya, pemerintah harus melindungi petani, bukan hanya terkait persediaan pupuk tetapi meliputi penyertaan modal usaha hingga harga jual kopi petani.
"Harga kopi saya bilang rasanya pahit seperti rasa kopinya, karena mestinya harga kopi itu di pasar Rp 24.000 sampai Rp 28.000 sekilo. Kalau di Jakarta sudah 10 kali lipat. Jadi di tingkat petani jangan pahit, harus ada manis-manisnya. Jangan pahit kayak jamu brotowali," ungkap Sandi.
Terkait masalah yang dialami petani, Sandi mengaku memiliki strategi dan solusi yang dapat diterapkan. Langkah pertama adalah pelatihan dan pendampingan, sehingga kualitas produk kopi mentah hingga olahan kopi yang dihasilkan para petani Desa Malebo meningkat.
"Kelas dunia. saya ingin barista dan petani kopi mendapat pendidikan pelatihan yang baik, kalau bisa kita kirim ke eropa atau Amerika. Kedua, branding. di sini udah alhamdulillah. kita ingin brand-nya lebih kuat. masa kita kalah sama Starbuck, padahal nggak punya kebun kopi cuma punya merek aja," tambahnya.
Selain itu, Sandi mengaku akan meluncurkan OK Oce Kopi, sehingga petani dapat membuka usaha kopi. Karena seperti diketahui sentar penghasil kopi di Pulau Jawa terpusat di Temanggung.