PEMBEBASAN
IRAK
Setelah Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengaruniakan
kemenangan pada kaum muslimin dalam memerangi orang-orang murtad dan orang yang
enggan membayar zakat, Abu Bakar ash-Shiddiq menyadari bahwa bahaya besar yang
selalu mengancam daulah Islam yang berada di perbatasan wilayah muslimin, yaitu
Persia di Irak dan Romawi di daerah Syam. Oleh karena itu, ash-Shiddiq segera memerintahkan saifullah Khalid bin
Walid untuk berangkat bersama pasukannya menuju Irak.
Sang pejuang Islam pun berangkat ke Irak. Ia mulai dengan operasi mengirim surat kepada seluruh gubernur bawahan Kisra dan wakil-wakilnya di berbagai kota dan pelosok daerah Irak. Ia ajak mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan masuk ke dalam Islam. Jika tidak mau, mereka mesti membayar jizyah atau pilihan terakhir yaitu perang.
Sang pejuang Islam pun berangkat ke Irak. Ia mulai dengan operasi mengirim surat kepada seluruh gubernur bawahan Kisra dan wakil-wakilnya di berbagai kota dan pelosok daerah Irak. Ia ajak mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan masuk ke dalam Islam. Jika tidak mau, mereka mesti membayar jizyah atau pilihan terakhir yaitu perang.
Mata-mata yang disebarkannya di berbagai tempat melaporkan tentang
jumlah pasukan yang sangat banyak yang telah disiapkan oleh pemimpin-pemimpin
Persia di Irak. ‘Pedang Allah yang terhunus’ tidak menyia-nyiakan waktunya. Ia
segera mempersiapkan pasukannya untuk menghancurkan kebatilan dan seolah-olah
bumi dilipatkan untuknya secara sangat menakjubkan.
Dari pertempuran Dzat as-Salasil dan terbunuhnya Hurmuz – eorang
panglima pasukan perisa– di tangan Khalid bin Walid menuju pertempuran
al-Madzar, lalu pertempuran al-Walijah, pertempuran Ullais, pertempuran
Umighyasyiyya, kemudian penaklukan al-Hirah –ibu kota Persia di Irak– lalu
pertempuran al-Anbar, pertempuran Ain at-Tamar, lalu menaklukkan Daumat Jandal
di mana rajanya melanggar perjanjian yang telah disepakati bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, kemudian pertempuran Khanafis, pertempuran
al-Hashid, pertempuran al-Mudhayyah, dan pertempuran al-Firadh.
Setiap saifullah, Khalid bin Walid, meraih satu kemenangan yang membanggakan
seluruh kaum muslimin, ia segera disambut oleh kemenangan lain yang lebih besar
dan lebih hebat. Belum sempat Persia bangun dari sebuah kekalahan telak, mereka
kembali menderita kekalahan yang jauh lebih telak dan menyakitkan di hadapan
pahlawan Islam yang tak terkalahkan.
Khalid bin Walid mengirim kabar gembria dan seperlima dari harta
rampasan perang kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Ash-Shiddiq sangat gembira
mendapat kabar tersebut. Lalu ia berkhotbah di depan para sahabat sambil memuji
dan mengakui kejeniusan Khalid bin Walid dalam strategi perang yang luar biasa,
dan ash-Shiddiq lebih tahu dengan tokoh-tokoh yang telah ditunjuknya. Ia
berkata, “Wahai sekalian kaum Quraisy, sesungguhnya ‘singa’ kalian telah
mengalahkan singa yang sesungguhnya, lalu ia merobek-robek dagingnya. Tak akan
ada lagi wanita yang mampu melahirkan sosok seperti Khalid bin Walid.”
PETUALANGAN
YANG BERBAHAYA
Khalid bin Walid menjadikan Hirah sebagai markas (pangkalan
militer) utama di Irak. Dari sana ia mulai bergerak jika ingin terjun ke sebuah
peperangan dan ke sana ia akan kembali jika situasi sudah tenang. Setelah
selesai dari pertempuran Firadh dan daerah-daerah perbatasan Syam sudah
ditaklukkan, ia menginstruksikan pasukannya untuk kembali ke Hirah. Ia
memerintahkan Ashim bin Amru untuk mengomandokan barisan depan pasukan dan
Syajarah Ibnul A’azz untuk mengomandokan barisan bagian belakang. Khalid
sendiri berjalan di bagian belakang pasukan.”
Pasukan mulai bergerak dengan membawa segala peralatan dan
perangkat perang yang berat-berat. Di sini Khalid melakukan sebuah petualangan
yang sangat berbahaya. Dengan beberapa orang-orang dekatnya ia pergi ke Masjid
Haram untuk melaksanakan ibadah haji. Ia pergi ke Mekah dengan melewati jalan
yang belum pernah ditempuh sebelumnya. Ia melewati padang pasir yang sangat
sulit dan melalui jalan yang sangat berbahaya. Akhirnya ia sampai di Mekah dan
berhasil melaksanakan ibadah haji tahun itu.
Setelah itu ia segera kembali ke dalam barisan pasukan (bagian
belakang) sebelum mereka sampai di Hirah. Tak ada yang menyadari petualangan
dan ibadah haji yang dilakukan oleh Khalid selain beberapa orang yang ikut
bersamanya.
MENAKLUKKAN
WILAYAH-WILAYAH ROMAWI
Abu bakar ash-Shiddiq menyiapkan pasukan yang sangat banyak untuk
menaklukkan Romawi. Ia telah memilih sahabat-sahabat terbaik untuk memimpin
pasukan-pasukan tersebut. Di antaranya adalah Abu Ubaidah ibnul Jarrah radhiallahu ‘anhu, Amru
bin Ash radhiallahu ‘anhu, Yazid bin Abu Sufyan radhiallahu
‘anhu, dan Syuhrabil bin Hasanah radhiallahu ‘anhu.
Ketika berita tentang pasukan kaum muslimin sampai ke telinga
Heraklius, pengauasa Romawi, ia menyarankan kepada para menteri dan
panglima-panglimanya untuk berdamai dengan kaum muslimin dan tidak berperang.
Tapi, para menteri dan panglimanya tidak mau menerima saran itu. Mereka
bersikeras untuk tetap berperang. Mereka lalu menghimpun pasukan yang jumlahnya
mencapai 240.000 prajurit.
Pasukan Romawi berhenti di sebuah lemah dan berkemah di pinggir
lembah tersebut. Mereka menjadikan lembah itu sebagai parit yang membatasi
mereka dengan kaum muslimin. Akhirnya kaum muslimin mengepung mereka selama
tiga bulan. Kedua pasukan sama-sama tidak bisa saling menyerang. Ketika
pengepungan tersebut cukup lama dan cukup berat bagi kaum muslimin, mereka
mengirim surat kepada Khalifah untuk mengabarkan jumlah pasukan Romawi yang
sangat banyak dan meminta bantuan pada Khalifah.
Setelah ash-Shiddiq membaca surat dari para komandan tersebut,
segera terlintas dalam pikirannya nama seorang pembungkam kaum murtad, penakluk
Irak dan membersihkannya dari Persia, pedang Allah yang selalu terhunus, dan
pahlawan yang tak terkalahkan, yaitu Khalid bin Walid radhiallahu ‘anhu. Wajah
Khalifah segera bersinar. Ia berkata dalam hati, “Khalid yang cocok untuk tugas
ini. Demi Allah, aku akan membuat bangsa Romawi melupakan bisikan-bisikan setan
dengan kedatangan Khalid bin Walid.”
Ash-Shiddiq menulis surat kepada Khalid bin Walid. Dalam surat itu
ia menyayangkan petualangan Khalid yang berbahaya tapi sekaligus memberi
selamat atas kemenangannya. Khalifah juga mengingatkan dan memberinya nasihat
lalu memotivasinya untuk membantu saudara-saudaranya para komandan perang di
Syam dan menyempurnakan nikmat Allah terhadapnya dengan menaklukkan Syam
sebagaimana ia telah menaklukkan Irak, serta dengan menghancurkan kekuatan
Romawi sebagaimana ia telah menghancurkan kekuatan Persia.
Khalifah menulis kepadanya, “Berangkatlah sampai engkau berjumpa
dengan pasukan kaum muslimin di Yarmuk karena sesungguhnya mereka sekarang
dalam keadaan sedih dan gelisah. Tapi jangan lakukan lagi apa yang telah engkau
lakukan karena sesungguhnya –dengan pertolongan Allah– tak seorang pun yang
dapat membuat pasukan gelisah seperti halnya dirimu dan tak seorang pun yang
dapat menghilangkan kecemasan dari pasukan selain dirimu. Semoga niat yang baik
dan kemenangan selalu menyertaimu, wahai Abu Sulaiman. Maka, sempurnakanlah
(perjuangan) dan semoga Allah menyempurnakan (nikmat-Nya) untukmu. Jangan
sampai kesombongan merasuki dirimu yang akan membuatmu merugi dan hina. Jauhi
dirimu dari menyebut-nyebut amal karena hanya Allah yang berhak
menyebut-nyebut karunia-Nya dan Dia-lah yang berhak memberi balasan.”
Khalifah melanjutkan, “Berangkatlah sampai engkau tiba di Syam. Di
sana engkau akan bertemu Abu Ubaidah ibnul Jarrah bersama pasukannya. Apabila
engkau berjumpa dengan mereka maka engkaulah yang memimpin seluruh pasukan.
Wassalamu alaikum warahmatullah.”
IMAN
DAN ETIKA YANG MULIA
Khalid bin Walid menaati perintah Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia
amanahkan wilayah Irak kepada Mutsanna bin Haritsah. Bersama pasukannya. Ia
bergerak menuju posisi pasukan muslimin di wilayah Syam.
Sebelumnya, ia telah mengobarkan semangat dan mengokohkan iman
seluruh pasukannya. Ia berkata, “Jangan sampai semangat juang kalian berbeda
dan jangan sampai keyakinan kalian lemah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya
pertolongan itu datang sesuai dengan niat yang terhunjam dan pahala akan
diberikan sesuai dengan tingkat keikhlasan. Sesungguhnya seorang muslim tidak
sepantasnya membanggakan sesuatu yang ia lakukan karena itu semua atas
pertolongan Allah Subhanahu wa
Ta’ala.”
Kata-kata itu telah memberikan pengaruh yang besar dalam jiwa kaum
muslimin sebagaimana yang diharapkan oleh Khalid bin Walid. Dengan semangat
luar biasa mereka melintasi padang pasir yang sangat gersang. Khalid sendiri
semakin bertambah keyakinan dan semangatnya saat menyaksikan semangat
pasukannya dalam berkorban.
Ia berpikir tentang kondisi kaum muslimin yang sedang terdesak
oleh pasukan Romawi yang berjumlah lebih besar dan memilki persenjataan yang
lebih lengkap. Ia juga berpikir tentang Amin al-Ummah (orang kepercayaan umat),
Abu Ubaidah ibnul Jarrah, yang sedang memimpin pasukan Islam di sana. Khalid
berpendapat untuk memberi tahu mereka tentang datangnya bantuan yang akan
memberikan ketenangan dan kedamaian di dalam jiwa pasukan muslimin yang berada
di Syam.
Ia juga berpikir –setelah Khalifah mengamanahkan kepadanya komando
umum pasukan dan mengutusnya untuk membawahi komandan-komandan pasukan di Syam–
untuk menyampaikan kepada Abu Ubaidah bahwa ia sangat menyadari dan mengakui
posisi dan derajatnya di tengah-tengah kaum muslimin. Maka Khalid mengirim dua
pucuk surat, satunya ia kirim untuk seluruh pasukan kaum muslimin di Syam yang
berbunyi,
“Amma ba’du, sesungguhnya surat Khalifah telah sampai kepadaku dan
menyuruhku untuk bergerak menuju kalian dan aku sudah siaga serta akan segera
sampai. Jika sudah kalian tangkap bayang-bayang kudaku, maka bergembiralah
untuk menyempurnakan janji Allah dan pahala yang besar dari sisi-Nya. Semoga
Allah menjaga kita semua dengan keyakinan yang kuat dan membalasi kita dengan
pahala mujahid terbaik.”
Surat kedua ia kirim langsung secara khusus pada Abu Ubaidah,
“Amma ba’du, sesungguhnya aku berdoa kepada Allah untuk menurunkan
kepada kita rasa aman di hari penuh kecemasan dan terpelihara dari segala yang
buruk di dunia ini. Surat Khalifah telah datang kepadaku yang berisi perintah
agar aku segera bergerak menuju Syam dan mengomandokan seluruh pasukan. Demi
Allah, aku tak pernah meminta hal itu dan tidak pula aku menginginkannya ketika
aku diserahkan amanah tersebut. Maka tetaplah engkau pada posisimu saat ini,
kami tidak akan melanggar perintahmu atau menyalahimu dan kami tidak akan
memutuskan sesuatu tanpa konsultasi denganmu karena engkaulah pemimpin kaum
muslimin. Kami tidak akan memungkiri kemuliaan dan kelebihanmu dan kami tidak
akan mengabaikan pendapatmu. Semoga Allah menyempurnakan niat kita semua dengan
lebih baik dan memelihara kita dari terjerumus ke dalam neraka. Wassalamu
alaikum warahmatullah.”
Setelah Abu Ubaidah ibnul Jarrah membaca surat dari Khalid ia
berkata, “Semoga Allah memberkahi pendapat dan keputusan Khalifah dan semoga
Allah memuliakan Khalid.” Kemudian ia melanjutkan, “Aku pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
‘Khalid adalah pedang di
antara pedang-pedang Allah. Ia adalah pemuda terbaik dalam sebuah keluarga.”
PERTEMPURAN
YARMUK
Seluruh pasukan muslimin berkumpul setelah komando dipegang oleh
Khalid bin Walid radhiallahu ‘anhu. Kemudian ia berpidato di depan mereka, “Sesungguhnya ini adalah
satu hari di antara hari-hari Allah, tidak sepantasnya ada kesombongan dan
kezaliman. Ikhlaskan niat jihad kalian dan tujuan Allah Subhanahu wa Ta’aladengan
amal kalian!” Setelah itu, sang pahlawan yang tak terkalahkan ini memegang tali
kekang kudanya lalu mengangkat panji tinggi-tinggi seraya menyerukan pekikan
jihad, “Allahu akbar! Bertiuplah angin surga.”
Peperangan berlangsung dengan sangat sengitnya. Tak ada
bandingnya. Pasukan Romawi terjun berpeleton-peleton bagaikan gunung. Mereka
menghadapi perlawanan dari kaum muslimin yang tidak mereka duga-duga
sebelumnya. Pasukan muslimin memperlihatkan potret perjuangan dan pengorbanan
yang sangat mencengangkan dari prajurit-prajurit yang berani mengorbankan jiwa
mereka dan juga dari kekokohan semangat mereka. Pertempuran Yarmuk telah
menjadi arena yang jarang ditemukan bagi para fida’iy (prajurit yang berani
mati syahid).
Kejeniusan Khalid telah mencengangkan pemimpin dan
komandan-komandan pasukan Romawi. Hal itu membuat salah seorang di antara
mereka bernama Jurjah/George mengundang Khalid pada salah satu masa istirahat
perang. Ketika keduanya sudah bertemu, komandan pasukan Romawi itu bertanya
kepada Khalid, “Wahai Khalid, jawablah dengan jujur dan jangan berbohong karena
seorang yang merdeka tidak akan berbohong dan jangan pula engkau tipu aku
karena seorang yang mulia tidak akan menipu orang yang berharap secara
baik-baik. Demi Allah, apakah Allah pernah menurunkan sebuah pedang dari langit
kepada Nabi-Nya lalu diberikannya kepadamu sehingga setiap kali engkau hunuskan
pada suatu kaum engkau pasti bisa mengalahkannya?”
Khalid menjawab, “Tidak.”
“Kalau demikian, kenapa engkau dijuluki pedang Allah?”
“Sesungguhnya Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah mengutus
Nabi-Nya pada kami lalu ia menyeru kami, tapi kami lari dan menjauh darinya.
Kemudian sebagian dari kami memercayai dan mengikutinya dan sebagian lagi
menjauh dan mendustakannya. Mulanya aku termasuk yang mendustakan, menjauh,
bahkan memeranginya. Lalu Allah Subhanahu
wa Ta’ala melembutkan hati kami
dan memberi kami petunjuk sehingga kami mengikutinya. Kemudian beliau bersabda,
‘Engkau adalah pedang di antara pedang-pedang
Allah yang Dia hunuskan kepada kaum musyrikin’.”
“Engkau telah jujur,” kata komandan Romawi itu. Lalu ia
melanjutkan, “Wahai Khalid, beritahukanku, kepada apa kalian mengajak?”
Khalid menjawab, “Kepada syahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya serta membenarkan segala hal yang
dibawanya dari sisi Allah Subhanahu
wa Ta’ala.”
Komandan Romawi itu mulai mendekati Khalid. Ia berkata, “Ajarkan
aku Islam.”
Akhirnya Jurjah/George masuk Islam. Kemudian ia berwudhu dan
shalat dua rakaat karena Allah. Hanya itu shalat yang sempat ia kerjakan. Tak
berapa lama setelah itu, kedua pasukan kembali memulai peperangan. Jurjah, sang
komandan Romawi itu, berperang mati-matian di barisan kaum muslimin untuk mengejar
syahadah sampai akhirnya ia memperolehnya.
Perang berakhir dengan sangat hebat. Kaum muslimin di bawah
komando Khalid bin Walid telah berhasil merebut kemenangan dari taring-taring
Romawi dengan sangat mengagumkan.
Khalid menyerahkan kembali kepemimpinan kepada Amin al-Ummah, Abu
Ubaidah ibnul Jarrah, setelah wafatnya Abu Bakar ash-Shiddiq dan naiknya Umar
ibnul Khaththab sebagai Khalifah baru.
Khalid tetap menjadi seorang tentara yang jenius dan legendaris.
Keikhlasannya tidak kurang dan semangatnya tak pernah melemah. Ia tak pernah
kekurangan ide-ide hebat karena ia adalah pedang Allah dan seorang pejuang
Islam sejati.
WAFATNYA
SANG PAHLAWAN
Sekarang tibalah saatnya sang pahlawan untuk istrirahat. Bumi tak
pernah menyaksikan sosok sepertinya yang membuat seorang ‘musuh’ tak bisa
tenang. Tibalah saatnya bagi tubuhnya yang letih untuk beristirahat. Dialah
yang disifati oleh sahabat dan musuhnya sebagai ‘seseorang yang tidak pernah
tidur dan tidak membiarkan orang lain tidur.’
Tapi baginya, andaikan disuruh memilih tentu ia akan memilih agar
usianya dipanjangkan oleh Allah beberapa tahun lagi untuk meneruskan perjuangan
menghancurkan benteng-benteng kekafiran dan kemusyrikan serta melanjutkan amal
dan jihad di jalan Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Di saat ajal akan menjemput Khalid bin Walid, ia menangis dengan
pilu. Adalah sebuah tragedi baginya ketika hidupnya berakhir di atas kasur
sementara ia telah menghabiskan usianya di atas punggung kuda dan di bawah
kilatan pedang untuk berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
membungkam pelaku-pelaku kemurtadan dan meratakan singgasana Persia di Irak dan
Romawi di Syam dengan tanah. Ia berkata, “Aku telah merasakan ini dan itu di
medan perang dan seluruh bagian dari tubuhku terdapat bekas pukulan pedang,
lemparan panah, atau tusukan tombak. Tapi sekarang aku akan mati di atas kasur
seperti matinya seekor unta. Tidak akan pernah tidur mata orang-orang
pengecut.”
Kemudian ia berkata lagi, “Aku telah mengejar kematian di
tempatnya tapi aku tidak ditakdirkan untuk mati kecuali di atas kasurku. Tak
ada satu amal pun yang lebih aku harapkan setelah kalimat lailaha illallah selain
satu malam yang aku lalui dalam keadaan siaga sementara langit mengguyurkan
hujannya sampai pagi. Kemudian pada pagi harinya kami melancarkan serangan
terhadap kaum kafir.”
Khalid bin Walid sangat mencintai jihad fi sabilillah. Ia pernah
berkata, “Aku tidak tahu dari hari yang mana aku hendak lari; apakah dari hari
yang Allah berkehendak untuk menghadiahkan syahadah kepadaku ataukah dari hari
yang Allah berkehendak untuk menghadiahkan kemuliaan kepadaku (dengan
kemenangan yang gemilang)?”
Ketika Abu Darda radhiallahu
‘anhu datang menjenguknya di akhir-akhir
kehidupannya, ia berwasiat kepada Abu Darda, “Sesungguhnya kuda dan senjataku
sudah aku infakkan untuk digunakan demi jihad fi sabilillah, sementara rumahku
di Madinah untuk disedekahkan dan aku sudah meminta Umar ibnul Khaththab
sebagai saksinya. Dialah sebaik-baik penolong terhadap Islam dan aku sudah
limpahkan wasiat dan pelaksanaannya kepada Umar.”
Ketika hal itu sampai kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu, ia
berkata, “Semoga Allah Subhanahu wa
Ta’ala merahmati Abu Sulaiman. Apa yang di sisi
Allah lebih baik baginya dari apa yang ada padanya. Ia telah wafat dalam
keadaan bahagia dan hidup dalam keadaan terpuji. Akan tetapi aku lihat masa
tidak akan berhenti.”
Umar ibnul Khaththab ikut mengantar jenazahnya. Ibu Khalid bin
Walid mendendangkan beberapa bait syair yang berisi kelebihan-kelebihan Khalid.
Ia berkata,
Engkau lebih baik dari sejuta kaum
Ketika para tokoh banyak tersalah
Pemberani? Engkau lebih berani dari singa
Laki-laki kuat mempertahankan diri dari anak-anak singa
Dermawan? Engkau lebih dermawan dari hujan yang mengguyur
menggenangi lembah-lembah
Mendengar itu Umar ibnul Khaththab berkata, “Demi Allah, engkau
benar. Sesungguhnya ia memang demikian adanya.”
Selesai
Sumber: Pendekar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ksatria Islam
yang Gagah Berani, Asyraf Muhammad al-Wahsy,
Gema Insani Press, 2011