Bugiswarta.com, Jakarta -- Direktur Eksekutif
Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman mengatakan,
polemik netralitas TNI dan Polri kini banyak dipertanyakan publik.
Pasalnya,selain adanya intruksi dari Jokowi
agar TNI dan Polri terlibat mensosialisasikan program pemerintah,dan benturan
antar pendukung gerakan 2019 dua periode dan
2019 ganti presiden juga tidak dapat terhindarkan, bahkan baru-baru ini
melibatkan unsur Polri yang terlibat langsung dalam pembubaran aksi 2019 ganti
Presiden.
“Sebagai Negara demokrasi adanya perbedaan
pendapat merupakan hal yang wajar selama tetap diruang batas kewajaran, namun
yang menarik dalam hal ini adalah gerakan 2019 ganti Presiden tidak pernah
menyebutkan secara terbuka dukungannya kepada paslon Prabowo-Sandi yang menjadi
rival Jokowi kerap mengalami penolakan dilapangan termasuk izin dari
kepolisian, sebaliknya jika deklarasi
relawan Jokowi yang dihadiri Menteri dan Jokowi sendiri selalu berjalan dengan lancar
dan tidak pernah menghadapi permasalahan izin” tegas Jajat Senin27 Agustus 2018.
Menurut Jajat, dari kejadian diatas ada
beberapa hal yang patut menjadi catatan, Pertama, Jokowi sengaja menarik TNI
dan Polri ke ranah politik praktis ditengarai merupakan upaya terakhir untuk
memperkuat kekuatan politiknya ditengah isu yang beredar jika partai koalisinya
tidak solid akibat penunjukan Maa’ruf Amin sebagai Cawapres.
Kedua, ada tindakan dari aparat penegak hukum
yang di danggap tidak adil dalam hal melakukan tindakan hukumnya, salah satunya
terkait pemberian ijin acara. Hal ini yang menjadi sumber pemicu terjadinya
polemik di masyarakat sehingga memunculkan berbagai macam spekulasi.
“Secara aturan perundang-undangan apapun
ceritanya pelibatan unsur TNI dan Polri dalam politik tetap tidak diperkenankan
sebagaimana disebutkan dalam UU TNI No. 34/2004, Pasal 39 Ayat 2, disebutkan
bahwa “Prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis”. Sementara UU
Polri Nomor 2/2002, Pasal 28 Ayat 1, menyebutkan “Kepolisian Negara Republik
Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri
pada kegiatan politik praktis. Larangan ini juga dipertegas kembali dalam Pasal
67 PKPU No.23 tahun 2018, tentang Kampanye Pemilihan Umum. TNI dan Polri
dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu
Peserta Pemilu, untuk menjaga marwah demokrasi supaya tetap berjalan dengan
baik, saya kira mulai saat ini sepatutnya segera sudahi polemik pelibatan TNI
dan Polri dalam politik, jika terus terjadi kemungkinan atas berbagai
dugaan-dugaan lainnya akan terus bermunculan yang akan berdampak terganggunya
proses demokrasi kedepan”, tutup Jajat.