BUGISWARTA.com, Selayar -- Tenro merupakan salah satu nama kampung kecil di sebelah utara kota
Benteng, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan dengan berbagai daya
tarik wisata yang sayang untuk dilewatkan.
Kawasan pengembangan sentra industri dan
kerajinan kerang-kerangan “Tudeku” merupakan salah satu bentuk daya tarik yang
dapat dijumpai pengunjung di Desa Bontolempangan, Kecamatan Buki.
Industri kerajinan kerang-kerangan “Tudeku” terletak
di kampung Tenro Selatan yang menempati salah satu bagian ruangan kantor BPD
Bontolempangan. Keunikan lain terselip di lokasi pengolahan kenari yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari rutinitas harian masyarakat setempat.
Selain itu, kampung Tenro
juga menyimpan banyak cerita dan catatan sejarah masa lalu tentang
status keberadaan salah satu kerajaan kecil yang disebut-seut sebagai kerajaan
“Buki Toa”.
Lokasi kerajaan Bukit Toa terletak di
wilayah administratif Desa Bontolempangang, Kecamatan Buki. Konon, kerajaan
Buki masih memiliki memiliki pertalian persauadaraan dengan kerajaan Gowa dan
sejumlah kerajaan kecil lain di Provinsi Sulawesi-Selatan.
Di lokasi ini, pernah berdiri sebuah
perkampungan kecil yang hanya dihuni oleh enam kepala keluarga. Sebab, bila
lebih dari enam rumah, maka salah satu rumah dipastikan akan mengalami musibah
kebakaran.
Catatan sejarah tersebut dibuktikan
melalui penemuan lokasi situs pemakaman tua berbentuk keraton yang ditengahnya
terdapat sisa puing-puing rumah yang terbakar, setelah salah satu kepala
keluarga di Kampung Buki Toa, nekad membangun rumah lebih dari enam unit.
Di lokasi terpisah, terdapat sebuah liang
goa yang konon menghubungkan kampung Tenro dengan kampung Baruia, di Desa Buki,
Kecamatan Buki. Namun sayang, karena bukti sejarah keberadaan liang ini tak
lagi dapat dilihat secara kasat mata. Liang yang disebut-sebut sebagai jalur
bawah tanah tersebut, kini telah beralih fungsi sebagai lokasi pembuangan
sampah. Hingga tak ada lagi bukti kongkrit yang dapat menunjukkan keberadaan
liang dimaksud.
Liang bawah tanah yang berlokasi tak jauh
dari kawasan pemukiman warga itu ditimbun karena dianggap berbahaya bagi
keselamatan anak-anak di sekitar kampung Tenro. Rangkaian catatan sejarah ini
terungkap dari penuturan sejumlah narasumber, salah satunya dari
pelaku sejarah, H. Lakkamma.
FADLY SYARIF/MULIANA AMRI