Sosok Pemimpin Teladan Sepanjang Masa, Abu Bakar Ash- Shiddiq -->
Cari Berita

Sosok Pemimpin Teladan Sepanjang Masa, Abu Bakar Ash- Shiddiq



Setelah dibai’at menjadi khalifah Abu Bakar berdiri. Dihadapan kaum muslimin dia mengucapkan sebuah khutbah yang merupakan pernyataan pertama setelah ia memangku jabatan tersebut. Di samping itu khutbah ini adalah teladan yang sungguh bijaksana dan sangat mengharukan. Setelah mengucapkan puji syukur kepada Allah, Abu Bakar berkata,

        “Kemudian, saudara-saudara.. saya sudah dipilih untuk memimpin kamu sekalian, dan saya bukan orang yang terbaik diantara kamu sekalian. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan dusta adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di kalangan kamu adalah kuat di mata saya, sesudah haknya saya berikan kepadanya, insya Allah, dan orang yang kuat bagi saya adalah lemah sesudah haknya nanti saya ambil”.

        “Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana kepada mereka”.

        “Taatilah saya selama saya taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Tetapi apabila saya melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya maka gugurlah saya. Laksanakanlah shalatmu dan Allah akan merahmati kamu sekalian”.

Alangkah indah dan mulianya jika pemimpin berprinsip seteguh Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam menjalankan roda pemerintahan. Rakyat yang menjadi tanggung jawab akan diberikan haknya dan dalam perlindungannya. Pemimpin yang baik menganggap yang pimpinnya memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Dalam hadits riwayat Abu Nuaim dalam Kitab Fadhailu Shahabah Abu Bakar berkata,

“Wahai kaum Muslim, jika kalian mengira bahwa aku memegang jabatan khalifah dikarenakan keinginanku atau kehendakku untuk berkuasa atas umat Islam seluruhnya, maka demi Allah yang memegang nyawaku, aku tidak menginginkan jabatan khalifah disebabkan keinginanku terhadapnya. Tidak juga untuk memenuhi cita-citaku untuk berkuasa atas kalian dan umat Islam seluruhnya”.
“Aku lebih suka menyerahkan jabatan ini kepada salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang bisa berbuat adil. Aku tidak pernah tamak terhadap jabatan itu walaupun sesaat, baik malam ataupun siang. Aku juga tidak pernah berdoa kepada Allah supaya diberi jabatan itu, baik secara sembunyi-sembunyi atau secara terang-terangan. Sesungguhnya aku telah memikul tanggung jawab yang sangat besar yang aku tidak mempunyai kekuatan untuk mengembannya kecuali dengan izin Allah”.
Dapat ditarik kesimpulan pada perkataan Abu Bakar itu yakni menjadi pemimpin adalah tanggung jawab yang besar. Menjabat tidak ditujukan untuk  menguasai yang dipimpin tapi untuk memakmurkan dan menjadi pemimpin haruslah mampu bersikap adil.

MULIANA AMRI