Riani, Aktivis Literasi Sinjai |
Berbicara mengenai pengemis, hal pertama yang terlintas dibenak kita adalah orang yang meminta-minta, orang yang identik dengan muka kumal, pakaian lusuh atau bahkan berpakaian compang-camping sambil membawa wadah sebagai tempat mengumpulkan uang.
Tapi di sini saya akan membahas tentang pengemis yang lebih elit. Pengemis yang punya istana dan pengemis yang bermercy. Seiring perkembangan zaman, maka berkembang pula makna dari istilah pengemis berdasi tersebut. Kembali pada makna kata itu, Kenapa dikatakan sebagai pengemis berdasi? Karena ini bukan sekedar mengemis tapi juga menyusahkan rakyat, mungkin juga bisa disebut sebagai pengemis berdasi kelas kakap.
Nah dari kegiatan mengemis ini, kemudian tumbuh menjadi kegiatan yang lebih besar yaitu korupsi. Korupsi disini bukan korupsi ecek-ecekan, tapi korupsi besar-besaran. Oleh karena itu, pelaku korupsi ini kurang tepat kalau hanya disebut sebagai pengemis berdasi, kita perlu sebutan yang lebih keren "Maling Berdasi", sepertinya tepat juga.
Sedikit lucu bukan? Maling kok berdasi. Sebenarnya istilah maling berdasi ini cuma penghalusan makna dari istilah pengemis berdasi, memangnya maknanya sama? Jelas sama, sama-sama menguras rakyat dan menyengsarakan rakyat kok.
Indonesia memang sudah sangat modern, malingnya saja berdasi. Mereka yang menganggap dirinya sebagai orang yang berpendidikan, yang mengaku dirinya orang cerdas, menempuh pendidikan diuninversitas bergengsi setumpuk dengan gelar yang diraihnya dan dianggap sebgai orang terhormat tapi sayang etika dan perilakunya tidak tercermin pada pendidikannya.
Sebagian dari mereka menghalalkan segala cara hanya untuk kepentingan pribadi dan demi ambisinya itu banyak rakyat yang disengsarakan. Menguras uang rakyat yang notabenenya bukan hak dan milliknya. Korupsi ini lebih kejam dari pembunuhan (walaupun pembunuhan juga adalah tindakan yang sangat kejam) tapi korupsi juga membunuh rakyat secara perlahan.
Entah sejak kapan korupsi sepertinya menjadi gaya hidup sebagian kalangan elit. Mayoritas dari politisi, sangat jarang yang lurus jalannya apalagi jika memang berhubungan dengan uang. Berpolitik sepertinya ditujukan untuk memperkaya diri sendiri, kerabat atau yang lainnya tanpa mengedepankan kemakmuran rakyat yang diwakilinya. Rakyat menjadi prioritas terakhir.
Kalau di Irak mungkin disebut Negeri 1001 Malam, tapi kalau di Indonesia di sebut dengan negeri 1001 Maling. Dari istilah pengemis berdasi menjadi maling berdasi dan kemudian menjadi dengan nama yang lebih keren lagi koruptor. Apa bedanya? Toh sama-sama merugikan negara.
Terlintas dibenak saya, siapakah koruptor pertama? Tidak mudah memang mencari tahu siapa koruptor pertama di dunia, atau siapa orang terkorup di Indonesia, tidak usah jauh-jauh melangkah, di Indonesia saja sangat sulit untuk menemukan siapa kah koruptor pertama.
Haruskah saya bertanya kepada kartunis atau penulis yang pertama kali menggunakan istilah Tikus=Koruptor? Tapi siapakah mereka? Apa perlu saya bertanya kepada bang Iwan Fals yang pernah menulis lagu Tikus-Tikus Kantor, mungkin saja dia tahu.
Seandainya saja koruptor pertama tidak melakukan korupsi, tidak mungkin ada perilaku korupsi yang sangat hebat melanda Indonesia. Seandainya saja para koruptor itu tahu siapakah koruptor pertama di Indonesia, mungkin saja mereka akan membuat patung koruptor pertama di rumah mereka, lalu dengan bangga mereka mengatakan "INILAH SUMBER INSPIRASIKU".
Harapan saya, mudah-mudahan saja koruptor pertama di Indonesia cepat di temukan sosoknya, sehingga para koruptor memiliki tokoh idola yang sesuai dengan mereka.