Villa Yuliana |
BUGISWARTA.com, Soppeng -- Menyebut Villa Yuliana bagi
masyarakat Soppeng sudah tidak asing lagi. Itu karena bangunan bersejarah
peninggalan Belanda itu sudah berdiri sejak seratus empat tahun silam. Villa
Yuliana yang lebih dikenal masyarakat Soppeng dengan sebutan Mes Tinggi
dibangun tahun 1905. Sebutan itu didasari atas fungsi awal bangunan sebagai
tempat beristirahat yang berada di daerah ketinggian kota Watansoppeng.
Letaknya
yang cukup strategis di jalan Merdeka kota Watansoppeng, menjadikan Villa
Yuliana memudahkan untuk dijangkau dan gampang ditemukan. Apalagi berdekatan
dengan rumah jabatan (Rujab) Bupati Soppeng yang hanya dibatasi ruas jalan dan
tembok pagar.
Menurut
Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Soppeng, Drs.
Harun Rasid keberadaan bangunan bertingkat dua itu merupakan salah satu bukti
Belanda pernah menguasai pemerintahan di Sulawesi, termasuk di wilayah
kabupaten Soppeng. Penguasaan itu sebagai hasil dari program pasifikasi yang
dilaksankan pemerintah Hindia Belanda di Sulsel.
"Dimana
kerajaan Soppeng termasuk salah satu dari kerajaan-kerajaan lokal yang turut
menyetujui tuntutan pemerintah Belanda untuk menandatangani korte verklaring
atau pernyataan takluk. Akhirnya pada tahun 1908 seluruh Sulsel resmi menjadi
daerah jajahan Belanda," ungkap Harun mengutip sejarah singkat asal mula
keberadaan Villa Yuliana.
Harun
menambahkan, penandatanganan pernyataan takluk dan penataan sistem pemerintahan
Hindia Belanda. Selanjutnya dibangunlah Villa Yuliana yang konon kabarnya dalam
rangka menyambut kunjungan ratu Belanda di Sulsel yang bernama Yuliana. Namun
karena situasi dan kondisi keamanan saat itu yang sangat tidak mendukung,
akhirnya Ratu Yuliana mengurungkan niatnya untuk berkunjung di Sulsel.
"Meski
demikian, Villa Yuliana masih tetap difungsikan sebagai salah satu tempat
peristirahatan bagi pejabat pemerintah Belanda," tambah Harun.
Seiring
perjalanan waktu hingga tumbangnya masa kejayaan pemerintahan Belanda di negeri
ini, tak terkecuali di Bumi Latemmamala. Maka sejak tahun 1957 sampai dengan
1992 Villa Yuliana yang merupakan peninggalan Belanda tersebut tidak lagi
ditempati alias difungsikan.
Berselang
tiga puluh lima tahun kemudian, tepatnya tahun 1992-1995 bangunan berisitektur
perpaduan antara bangunan khas Eropa dan rumah Bugis itu difungsikan kembali
sebagai asrama yang ditempati khusus pegawai bujang Pemkab Soppeng, satuan
polisi pamong praja dan pegawai pemadam kebakaran, urai Harun.
Menariknya,
karena meski bangunan itu sudah berusia seratus tahun lebih. Namun belum pernah
menjalani renovasi, kecuali bagian atapnya yang pernah berganti asbes. Tapi
sekarang sudah dikembalikan ke aslinya dengan menggunakan atap sirap. Begitu pula
warna catnya tetap dipertahankan, putih dipadu warna hijau tua yang tampak
mulai pudar.
Villa
Yuliana yang memiliki empat kamar masing-masing dua dilantai dasar dan dua
dilantai dua dilengkapi dua ruang utama, kini kembali beralih fungsi menjadi
Museum. Museum yang diberi nama Latemmamala itu diresmikan oleh penjabat
Gubernur Sulsel, Ahmad Tenribali Lamo pada puncak peringatan hari jadi Soppeng
ke-747, Ahad 23 Maret 2008 lalu.
Dalam
Meseum ini tersimpan beraneka ragam koleksi benda-benda kuno abad 15 sampai 18.
Di antaranya mangkok, piring, baki cepuk, guci-guci botol eropa, pasu dan vas
bunga eropa abad 18.
Selain
benda kuno tersebut, di Museum Latemmamala ini pengunjung juga bisa melihat
pajangan beberapa jenis fosil gajah purba (stegodoh sompoensis) seperti gigi
rahang atas, rahang bawah dan fragmen fort kura-kura raksasa (geochelonca
atlas) dan beberapa jenis keramik guci besar-kecil.
"Kalau
yang ini adalah fosil gading gajah purba yang ditemukan ditemukan G.J Bartstra
di Tanjonge di kampung Tanjong'e, kecamatan Lilirilau, Soppeng," sebut Harun
seraya memperlihatkan yang namanya fosil tengkorak dan taring babi rusa raksasa
(celebochoerus-heekereni).
Tidak
hanya itu, tambah Harun, selain ada fosil kerbau hutan (anoa-depresicornis)
berupa kerangka tulang dan giginya di Museum ini juga.
MANSUR/MULIANA AMRI