Jenny Aprella, Mahasiswi Ilmu Administrasi Negara STISIP Muhammadiyah Sinjai |
BUGISWARTA.com, Opini -- Banyaknya kasus dan tindakan kekerasan yang dialami oleh perempuan hal tersebut membangkitkan kepedulian kita sebagai perempuan dan sebagai sesama manusia sangat dibutuhkan oleh mereka.
Yang pertama, adalah pihak yang menyalahkan korban kekerasan dan yang kedua adalah para perempuan yang juga mengalami hal yang sama namun tak berani untuk berbicara.
Yang pertama, adalah pihak yang menyalahkan korban kekerasan dan yang kedua adalah para perempuan yang juga mengalami hal yang sama namun tak berani untuk berbicara.
Banyak yang bertanya mengapa harus peduli dengan korban? Mengapa harus meluangkan waktu untuk mendengar cerita mereka? Apa tidak punya kerjaan yang lain selain mengurusi masalah mereka?
Jujur ini sangat miris, banyak orang yang mempertanyakan hal itu padahal jika kita sendiri yang mengalami tindakan kekerasan apakah kita juga mempertanyakan hal itu sama orang yang peduli dengan apa yang kita alami.
Di Indonesia, yang katanya negara dimana ekualitas gender sudah sangat diakui dan semua serba terbuka, justru lingkungan itu sendiri yang selalu menghakimi dan melabeli atas nama "DEMI"; demi nama baik, demi pencitraan, demi status, dan demi yang lainnya.
Saat perempuan berbicara, perempuan lalu dianggap menggila, tidak masuk akal, berlebihan, emosi atau lagi PMS dan berbagai sebutan lain untuk wanita yang speak up serta berusaha mendapatkan keadilan dan haknya.
Kita ketahui bersama bahwa perempuan adalah manusia yang sama-sama diciptakan oleh Tuhan. Kita punya hak yang sama untuk bekerja, mendapatkan gaji, keadilan, hak, dan status. Jika perempuan berbicara, ini bukan untuk menghancurkan atau mencari sensasi.
Perempuan berani bersuara karena memang mereka berhak. Tentu saja, setelah mereka juga sudah melakukan kewajibannya sebagai perempuan dan peran perempuan lainnya.
Perempuan berhak menyuarakan hal ini, yang selama ini sering terlintas di pendengaran bahwa perempuan harus selalu menerima, jangan membuka aib, perempuan harus terima saja perempuan, perempuan, dan perempuan lagi.
Padahal semua orang mungkin juga punya adik perempuan, saudara perempuan, anak perempuan dan punya ibu yang juga perempuan, pasti tidak rela jika mereka mengalami hal yang berujung kekerasan baik itu fisik maupun mental.
Dalam hal ini memberikan dan mengajak teman-teman perempuan untuk speak up terhadap kekerasan yang dialami oleh mereka maupun oleh sesama manusia lainnya. Dan jangan ragu meminta keadilan, karena hak kita memang dijamin untuk itu.
Meskipun sangat tidak mudah untuk keluar dari trauma itu, bahkan hingga bertahun-tahun lamanya. Itu semua karena pembiaran yang sering dilakukan baik dari keluarga maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya karena menganggap perempuan sudah aman dan baik-baik saja. Perempuan butuh lebih dari sekedar mendengarkan kejujurannya bercerita akan masalah yang ia hadapi.
Perempuan dan seluruh korban kekerasan harus dilindungi, mereka harus dibela. Mereka perlu contoh yang tegas dan nyata. Perempuan dan korban kekerasan lainnya membutuhkan bantuan untuk menghindarkannya dari trauma akibat gangguan yang ia terima.
Masihkah kita mendiamkan penderitaannya dan membiarkannya hidup dalam paradigma yang salah? Berjuanglah sebagai sesama manusia yang berhak untuk di bela dan kebenaran harus ditegakkan. Kewajiban kita untuk bertindak. Kalau kita sendiri masih memilih untuk diam sama halnya memperpanjang mata rantai kekerasan.