Razikin Juraid |
Mantan Ketua DPP IMM mengatakan bahwa SARA adalah indentitas yang tak mungkin hilang dan SARA tidak akan muncul kepermukaan apabila urusan publik di kelola secara adil, hukum diteggakkan, ekonomi nasional tidak dikuasai oleh segelintir orang. SARA akan menjadi identitas pasif jika pejabat publik tidak berkata kotor, tidak melakukan politik penyingkiran terhadap lower class, jika pembangunan kota berbasis pada konsep human rights city (ies), pembangunan yang ramah pada warga miskin bukan pembangunan dimaksudkan sebagai wujud pengabdian pada kapitalis.
:Suara kemarahan publik pada Presiden pun tidak bisa serta-merta dinilai sebagai bentuk penghinaan. Caci-maki terhadap Presiden itu merupakan pilihan satu-satunya akibat tersumbatnya saluran aspirasi dan hilang trust publik terhadap institusi publik." Tegas RazikinLanjut Bang Jack Sapaan Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Indonesia ini Maka dari itu sebaiknya pihak yang merasa dirugikan dari cacian itu sebaiknya menahan diri agar suasana kembali kondusif. Negara akan dinilai tidak bijak apabila disatu kasus bergerak secara cepat dan pada kasus yang lain Negara kehilangan power.
"Nah..! Hari-hari ini suhu politik Jakarta semakin panas, ada calon Gubernur sulit melaksanakan kampanye dikarenakan adanya penolakan dari warga, itu merupakan salah satu cerminan indeks kemarahan warga terhadap calon tersebut setelah warga menilai calon tersebut melakukan tindakan serta mengucapkan sesuatu yang menyakitkan bagi warga selama ia memimpin," Tegasnya kembaliISU SARA JADI TUNGGANGAN MELAWAN INJUSTICE
"Jadi..! Bahayanya adalah, jika kemarahan terhadap segala praktek injustice itu diledakkan dengan sumbu SARA, maka daya ledaknya akan lebih berbahaya dari ledakan bom atom dan bisa jadi meratakan penyangga kokohnya NKRI.'" Razikin menguraiKesan bahwa ada segolongan orang yang memanfaatkan masalah injustice dengan sentimen SARA untuk meledakkan konflik horizontal itulah yang kelihatannya ditangkap oleh BUYA AHMAD SYAFI'I MA'ARIF. "Jadi menurut saya, apa yang disampaikan Buya ASM adalah dalam kerangka menghadang lajunya kekuatan yang ingin membakar sumbu SARA.," Lanjutnya
menurutnya Memang apa yang disampaikan Buya kelihatannya aneh, namun penting juga dipahami bahwa Buya Ahmad Syafi'i Ma'arif konsisten pada garis perjuangan merawat harmonisasi dalam kemajemukan. Buya ASM juga tidak terlalu tertarik berjuang dengan car-cara radikal, paham yang anti pancasila.
"Bagi Buya ASM Pancasila sudah final bagi pandangan hidup berbangsa dan bernegara.'' Lanjutnya lagi
Razikin yang juga direkture Kawasan Timur Indonesia (KTI) Wacth mengakui Memang..! Menguarai dan mencari solusi dari masalah yang terlanjur meledak agaknya memang sulit karena berbagai pihak-kepentingan sudah saling tunggang-menunggangi.
"Di satu sisi orang-orang semacam Buya ASM ingin menyelesaikan masalah tanpa ditunggangi oleh kelompok-kelompok tertentu (baca, kelompok fundamentalis), dan di sisi yang lain orang-orang semacam AMIEN RAIS, DIEN SYAMSUDDIN melihat pokok utama meningkatnya indeks kemarahan ummat Islam hari-hari ini karena Ahok lah yang menanam investasi kemarahan tersebut. Jadi yang disampaikan AMIEN RAIS DAN DIEN SYAMSUDDIN dalam kerangka menjaga kokohnya penyangga NKRI," ungkap Razikindia juga menjelaskan Hanya para buzzer yang pongah, dungu dan bodohlah yang tidak mampu memahami jalan pikiran Buya ASM, Prof MAR dan Prof DS. Karena buzzer hanya memproduksi sentimen, bukan memproduksi argumen.
"Dari situ, kurang lebih dua bulan, Bangsa ini lelah, antar warga negara saling mencurigai, saling lapor-melapor, Presidenpun kelihatanya lelah, tokoh-tokoh lintas agama juga lelah, para ulama lelah. Mereka lelah hanya ingin memastikan Bangsa ini tidak pecah. Agar Bangsa ini tidak pecah, maka janganlah ENGKAU BAKAR "SUMBU" SARA,"paparnyaLaporan Usman Al-Khair