MAKASSAR, Bugiswarta.com -- -- Bakal calon Gubernur Sulsel, Dr.Ir.H.Rivai Ras, MM.MS.M.Si, menegaskan maju bertarung di Pilgub 2018 mendatang dengan membawa konsep atau program yang jelas. Putra asli Bone itu menyatakan tidak sekadar mengejar popularitas, tetapi punya banyak program dalam mensejahterakan masyarakat Sulsel.
Salah satunya fokus dalam mensejahterakan para petani di daerah ini. Khususnya petani garam. Sebab, lebih dari setengah abad Indonesia merdeka tetapi masih mengimpor garam. Dan ternyata bukan hanya garam yang diimpor, sampai sekarang beras dan daging pun diimpor.
"Padahal sekarang produksi garam kita untuk rumah tangga mengalami surplus 300-500 ribu ton. Jadi tidak ada alasan untuk terus-menerus melakukan impor, baik garam untuk rumah tangga maupun industri," tegas Alumni Pondok Pesantren IMMIM Putra Modern itu.
Potensi Indonesia untuk membuka ladang garam adalah seluas 28.000 hektar, yang jika digarap dengan teknologi geomembran dapat menghasilkan 100 ton per hektar setiap musim. Ini semua sebenarnya sudah bisa menutup kebutuhan semua jenis garam dalam negeri. Sangat disayangkan, kata Rivai, potensi ini tidak dilirik sama sekali. Indonesia saat ini mengimpor garam terbesar dari Australia (733.000 ton senilai 34,2 juta US dolar), India (189.000 ton senilai 7,89 juta US dolar), dan Jerman (177.000 ton senilai 445 ribu US dolar).
Selain itu, dalam jumlah kecil garam juga diimpor dari Selandia Baru (816 ton senilai 325 ribu US dolar) dan Singapura (663,9 ton senilai 142 ribu US dolar). Volume dan nilai impor garam Indonesia setiap tahun adalah 2.579 ton atau senilai Rp 600 miliar lebih setahun. Khusus untuk produksi garam Sulawesi Selatan di tiga daerah yang menjadi sentra yakni Jeneponto, Takalar, dan Pangkep. Jadi masalah saat ini, produksi garam petani masih belum baik secara kualitas, sehingga berdampak pada nilai jual yang rendah.
Akibatnya, para petani garam belum bisa menikmati hasilnya. Kualitas garam dari petani di tiga daerah itu juga tidak sebaik produk impor. Seperti kadar air yang lebih dari 5% dan kadar NaCl di bawah 95%, sehingga membuat garam lokal kalah bersaing di pasaran dalam negeri sendiri. Pun teknologi pembuatan garam petani menggunakan alat secara tradisional, sehingga rata-rata petani menghasilkan garam dengan kualitas dan produktivitas yang rendah (kadar NaCl 75-80%).
"Oleh karena itu, pemerintah Sulsel ke depan harus punya solusi yang afirmatif dalam meningkatkan produktivitas dan memajukan petani garam. Tentunya dengan melibatkan atau memberdayakan masyarakat pesisir dalam industri hulu (tambak garam, modal usaha, dan teknologi) hingga industri hilir (pengolahan, quality control, pengemasan, dan pemasaran). Garam hrus masuk dalam rencana pembangunan industri kemaritiman Sulsel ke depan, karena dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah hanya disebutkan target komoditi rumput laut, udang, dan ikan hasil olahan," papar alumni SMA Negeri 3 Makassar itu.
Karya Rivai Ras cukup banyak. Sebagian besar merupakan karya intelektual yang diterapkan langsung dalam dunia kemiliteran, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Rivai Ras merupakan perwira yang pernah melalui berbagai penugasan mulai dari tingkat operasional sampai pada tingkat kebijakan strategis. Karena terlahir dari tempaan di lingkungan akademik mulai dari universitas hingga di dunia militer, maka Rivai diberi kepercayaan sebagai perwira akademik yang aktif dan banyak mewarnai kebijakan-kebijakan strategis di bidang pertahanan negara. "Saya ini perwira TNI AL yang lahir dari dunia kampus. Awal mulanya, saya berkiprah di Jakarta itu ketika saya bergabung di lembaga militer 1993. Selepas lulus dari Unhas. Saya dapat beasiswa dari Kementerian Pertahanan pasca sarjana UI kajian strategis pertahanan nasional dan juga mendapat beasiswa dari supersemar," ucap pendiri Universitaucap pendiri Universitas Pertahanan (UNHAN) itu.
Atas prestasi luar biasa dalam merintis, mengembangkan, dan memajukan pendidikan di Indonesia, Rivai menjadi salah satu penerima Medali Kepeloporan dari Presiden Republik Indonesia, ketika itu menjelang berakhirnya masa pemerintahan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Pria kelahiran Bone 24 September 1967 itu secara umum, perjalanan karier dan penugasan di dunia militer relatif lengkap baik di bidang perencanaan, logistik, operasi dan intelijen. Pengalaman di tingkat kebijakan strategis juga cukup beragam, pernah sebagai struktural di Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan yang membidangi analisa lingkungan strategis, kerjasama internasional dan kebijakan strategi.
Selain itu, pernah mengabdikan diri di lingkungan Istana Kepresidenan atau di Kementerian Sekretariat Negara sebagai Staf Khusus Sekretaris Militer Presiden sekaligus sebagai struktural dalam urusan pengamanan khusus presiden. Untuk karier akademik juga cukup menonjol, yakni sebagai Dosen Pakar TNI di pascasarjana Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia sejak 2003 hingga saat ini, serta Dosen Tetap di pascasarjana Universitas Pertahanan dan Kepala Program Pascasarjana Studi Keamanan Maritim. Selain itu, anggota senior ORARI ini juga dikenal punya basis santri dan tentunya bisa menjadi panutan bagi generasi pesantren. "Kita mulai dari Sulsel untuk membangun kemaritiman Indonesia," kunci doktor politik pertama dari militer ini. (Das)