Hari Tanpa Tembakau Se-Dunia 31 Mei 2015 -->
Cari Berita

Hari Tanpa Tembakau Se-Dunia 31 Mei 2015

Tantangan Indonesia untuk aksesi FCTC

Penulis : A Muh Rifqi Ismulail
Pengurus Lembaga Kesehatan & Lingkungan Hidup DPP IMM

Konvensi mengenai Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC, Framework Convention on Tobacco Control) merupakan traktat internasional pertama yang dibahas dalam forum Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO, World Health Organization) yang berisi seluruh negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.

FCTC berbasis data ilmiah yang menegaskan kembali hak semua orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. FCTC menandai suatu pergeseran paradigma dalam mengembangkan strategi dalam mengendalikan dan mengatasi zat adiktif; yang berbeda dengan traktat pengendalian obat masa lalu. Pasal-pasal dalam FCTC menegaskan pentingnya strategi pengurangan permintaan terhadap produk tembakau.

Karena itu fokus FCTC adalah mencegah orang merokok ketimbang mengobati kecanduan.   FCTC dibuat untuk menghadapi globalisasi epidemi tembakau. Penyebaran epidemi tembakau difasilitasi melalui sejumlah faktor yang kompleks dengan efek lintas batas, termasuk perdagangan bebas dan investasi asing secara langsung.

Faktor lain seperti pemasaran global, iklan, promosi, sponsor tembakau yang bersifat lintas-negara, dan pergerakan internasional rokok ilegal dan palsu juga telah berkontribusi pada meledaknya peningkatan penggunaan tembakau. Semua faktor itu kini tengah berlangsung di negara-negara berkembang karena aturan pengendalian tembakau masih sangat longgar, termasuk Indonesia. Beberapa waktu lalu, Ethiopia sudah menjadi bagian dari negara-negara yang mendukung dan menyetujui FCTC. Ethiopia menjadi negara ke 178 yang mengaksesi FCTC.

Saat ini, Indonesia belum juga aksesi FCTC. Padahal, 90% masyarakat Indonesia setuju Indonesia Aksesi FCTC.  Saat ini permasalahan aksesi FCTC ada di kementerian yang tidak setuju Indonesia mengaksesi FCTC. Dengan berbagai alasan, kementrian Perindustrian,pertanian dan tenaga kerja menolak dan merekomendasikan Indonesia tidak segera aksesi FCTC.

Padahal alasan yang dikemukakan oleh salah satu kementerian yaitu perindustrian tersebut tidak tepat. Dan Menteri Kesehatan pun sudah berbicara bahwa FCTC bukan untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia dan tidak ada hubungannya dengan para petani tembakau.

Namun saat ini langkah DPR yang memasukan RUU Pertembakauan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015 mendapat dukungan. Regulasi yang akan mengatur mengenai tembakau itu diyakini melindungi kepentingan petani dan industri. Kita melihat di dalam RUU ini tidak diakomodir pentingnya pemerintah untuk menekan FCTC.

Oleh karena itu sebaiknya pemerintah bersama kementerian khususnya kesehatan dan perindustrian melakukan persamaan persepsi terkait RUU Tembakau ini yang sementara digodok di parlemen. Perbedaan pendapat ini akan menimbulkan konflik secara tidak langsung, oleh karena itu kami berharap petani dan kementerian yang kontra diberi pemahaman yang baik bahwa tujuan dari FCTC ini tidak merugikan dari sisi ekonomi dan politik tetapi sebaliknya dapat meningkatkan pendapatan cukai sebesar 25 % dan menurunkan angka kematian akibat penyakit tidak menular (PTM).

Sungguh sangat disayangkan Indonesia yang kaya raya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya disejajarkan dengan negara-negara tertinggal. Jika Indonesia mendukung untuk menyelamatkan generasi muda dari adiksi nikotin, sudah seharusnya Indonesia menjadi bagian dari 178 Negara di seluruh dunia untuk Aksesi FCTC.

Program Pengendalian Tembakau
 Landasan Pemerintah Indonesia untuk mengendalikan masalah rokok, merupakan pertimbangan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan dalam melindungi anak terhadap dampak tembakau (rokok) serta zat adiktif yang terkandung di dalamnya.
Ini sesuai dengan Undang-undang nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 113 ayat 2 secara tegas menyatakan bahwa zat adiktif meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, pasal 67 Undang-undang perlindungan anak menyatakan perlindungan khusus terhadap bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau, dilaksanakan secara terpadu dan komprehensif melalui kegiatan pencegahan,pemulihan kesehatan fisik dan mental serta pemulihan sosial.

Dalam hal pencegahan, upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menjauhkan anak dari akses rokok, perlindungan dari sasaran pemasaran industri rokok (dengan pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok), pemberian informasi yang benar tentang bahaya rokok (edukasi, peringatan kesehatan bergambar) dan perlindungan dari terpapar asap rokok. a Pemerintah telah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai zat adiktif bagi Kesehatan. Selanjutnya, hal-hal yang diatur dalam RPP tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan, yaitu:

Pencantuman peringatan bahaya kesehatan berupa gambar dan tulisan sebesar 40% pada masing-masing sisi depan dan belakang pada bungkus rokok, larangan pencantuman informasi yang menyesatkan, termasuk kata light, ultralight, mild, extra mild, low tar, slim, full flavor dan sejenisnya;

Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), termasuk ketentuan bahwa tempat khusus untuk merokok di tempat kerja dan tempat umum, harus merupakan terbuka dan berhubungan langsung dengan udara luar; Larangan iklan, promosi dan sponsorship; serta pengendalian iklan produk tembakau dan iklan di media penyiaran, karena berbagai studi yang menunjukkan sasaran iklan adalah anak-anak dan remaja. Menurut data hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2011, persentase perokok aktif di Indonesia mencapai 67% (laki-laki ) dan 2.7% (perempuan) dari jumlah penduduk, terjadi kenaikan 6 tahun sebelumnya perokok laki-laki sebesar 53 %.

Data yang sama juga menyebutkan bahwa 85.4% orang dewasa terpapar asap rokok ditempat umum, di rumah (78.4%) dan di tempat bekerja (51.3%).

La Barakka