(Ditulis oleh: Nurhayati, SPd. & Dituturkan oleh: Umar Padlan)
Sambungan-Beberapa tahun kemudian, pasangan suami istri ini yang telah dinikahkan secara resmi ini dikaruniakan beberapa anak lagi. Pada saat yang sama ayamnya pun berkembang biak di tempat ini. Namun anehnya ayam ayam miliknya tidak pernah tinggal di tempat itu pada siang hari. Setiap pagi ayam-ayam itu pergi ke puncak bukit yang bersebelahan dengan puncak bukit Kandiawan tempatnya bermukim. Melihat kebiasaan ayam yang tidak lazim tersebut, maka I Besse Timo ditemani Suaminya mengikuti jejak ayamnya itu. Setelah sampai dipuncak bukit tersebut, mereka mendapati ayam-ayan nya itu sedang asyik bermandikan tanah membentuk gundukan tanah. Aktivitas ayam membuat gundukan tanah ini dalam Bahasa bugis disebut “Mabbumpung” ,sementara lokasi tempat ayam-ayam membuat gundukan tanah itu dinamakan “Umpungeng”.
Karena tempat itu menarik bagi keluarga Baso Parenrengi, maka mereka merencanakan pindah menetap di tempat ini. Baso Parenrengi dan I Besse Timo bertapa / bertahannus di tempat ini meminta kepada Dewata Pattappa (Tuhan Pencipta), agar diterima dengan baik di tempat baru ini. Permintaan mereka dikabulkan dan tanpa diduga, mereka dihadiahi sebuah rumah yang material bangunannya kokoh namun terbuat dari kayu-kayu yang saat ini kita kenal tumbuhan jangka pendek seperti kayu Cabai dan lain-lain berdiri tepat di atas bukit itu sekitar 60 m sebelah barat lokasi Umpungeng. Rumah inilah yang dikenal dengan nama Bola Manurung’E Ri Umpungeng. Keluarga Baso Paranrengi akhirnya dapat pindah ketempat baru ini yang kemudian beranak cucu hingga membentuk perkampungan yang dikenal Kampung Umpungeng.
Setelah perkembangan dari waktu ke waktu, masyarakat Umpungeng semakin bertambah jumlahnya sementara lokasi tempat pemukiman diatas bukit semakin terasa sempit maka sebagian diantaranya memilih keluar atau merantau dan sebagian kecil tetap bermukim disini hingga sampai pada satu masa berdiri kerajaan kecil yang bernama Kerajaan Umpungeng yang dipimping oleh seorang yang bernama Nenek Dongkong yang juga dikenal dengan “Arung Umpungeng”.
Kepemimpinannya bersahaja dan memiliki kemampuan diplomasi yang hebat, sehingga Umpungeng menjadi tuan rumah / tempat pertemuan para Raja pada saat itu. Lokasi pertemuan para pemimpin tersebut berada persis di lokasi Umpungeng (tempat ayam-ayam ma’bumpung) yang kini di kenal Lalabata Umpungeng / Garugae. Tempat ini merupakan salah satu situs megalitikum yang terbentuk dari deretan batu-batu gunung membentuk lingkarang dan di tengahnya terdapat batu pertengahan (posina tanae). Konon setiap satu batu merupakan tempat duduknya satu perwakilan yang membentuk lingkarang. Tempat inilah kemudian menjadi symbol pemersatu yang sering dikunjungi orang dari berbagai penjuru.
Kini zaman telah berubah, wilayah kekuasaan telah disatukan menjadi Republik yakni Republik Indonesia dan dibagi tidak lagi berdasarkan kekuasaan kerajaan namun berdasarkan wilayah Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Umpungeng telah menjadi sebuah nama kampung yang berada di wilayah hukum bernama Desa Umpungeng, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
Baca juga:
http://www.bugiswarta.com/2015/05/asal-usul-umpungeng-soppeng-i.html
http://www.bugiswarta.com/2015/05/asal-usul-umpungeng-soppeng-ii.html
Di Bupblish La Barakka
Sambungan-Beberapa tahun kemudian, pasangan suami istri ini yang telah dinikahkan secara resmi ini dikaruniakan beberapa anak lagi. Pada saat yang sama ayamnya pun berkembang biak di tempat ini. Namun anehnya ayam ayam miliknya tidak pernah tinggal di tempat itu pada siang hari. Setiap pagi ayam-ayam itu pergi ke puncak bukit yang bersebelahan dengan puncak bukit Kandiawan tempatnya bermukim. Melihat kebiasaan ayam yang tidak lazim tersebut, maka I Besse Timo ditemani Suaminya mengikuti jejak ayamnya itu. Setelah sampai dipuncak bukit tersebut, mereka mendapati ayam-ayan nya itu sedang asyik bermandikan tanah membentuk gundukan tanah. Aktivitas ayam membuat gundukan tanah ini dalam Bahasa bugis disebut “Mabbumpung” ,sementara lokasi tempat ayam-ayam membuat gundukan tanah itu dinamakan “Umpungeng”.
Karena tempat itu menarik bagi keluarga Baso Parenrengi, maka mereka merencanakan pindah menetap di tempat ini. Baso Parenrengi dan I Besse Timo bertapa / bertahannus di tempat ini meminta kepada Dewata Pattappa (Tuhan Pencipta), agar diterima dengan baik di tempat baru ini. Permintaan mereka dikabulkan dan tanpa diduga, mereka dihadiahi sebuah rumah yang material bangunannya kokoh namun terbuat dari kayu-kayu yang saat ini kita kenal tumbuhan jangka pendek seperti kayu Cabai dan lain-lain berdiri tepat di atas bukit itu sekitar 60 m sebelah barat lokasi Umpungeng. Rumah inilah yang dikenal dengan nama Bola Manurung’E Ri Umpungeng. Keluarga Baso Paranrengi akhirnya dapat pindah ketempat baru ini yang kemudian beranak cucu hingga membentuk perkampungan yang dikenal Kampung Umpungeng.
Setelah perkembangan dari waktu ke waktu, masyarakat Umpungeng semakin bertambah jumlahnya sementara lokasi tempat pemukiman diatas bukit semakin terasa sempit maka sebagian diantaranya memilih keluar atau merantau dan sebagian kecil tetap bermukim disini hingga sampai pada satu masa berdiri kerajaan kecil yang bernama Kerajaan Umpungeng yang dipimping oleh seorang yang bernama Nenek Dongkong yang juga dikenal dengan “Arung Umpungeng”.
Kepemimpinannya bersahaja dan memiliki kemampuan diplomasi yang hebat, sehingga Umpungeng menjadi tuan rumah / tempat pertemuan para Raja pada saat itu. Lokasi pertemuan para pemimpin tersebut berada persis di lokasi Umpungeng (tempat ayam-ayam ma’bumpung) yang kini di kenal Lalabata Umpungeng / Garugae. Tempat ini merupakan salah satu situs megalitikum yang terbentuk dari deretan batu-batu gunung membentuk lingkarang dan di tengahnya terdapat batu pertengahan (posina tanae). Konon setiap satu batu merupakan tempat duduknya satu perwakilan yang membentuk lingkarang. Tempat inilah kemudian menjadi symbol pemersatu yang sering dikunjungi orang dari berbagai penjuru.
Kini zaman telah berubah, wilayah kekuasaan telah disatukan menjadi Republik yakni Republik Indonesia dan dibagi tidak lagi berdasarkan kekuasaan kerajaan namun berdasarkan wilayah Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Umpungeng telah menjadi sebuah nama kampung yang berada di wilayah hukum bernama Desa Umpungeng, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
Baca juga:
http://www.bugiswarta.com/2015/05/asal-usul-umpungeng-soppeng-i.html
http://www.bugiswarta.com/2015/05/asal-usul-umpungeng-soppeng-ii.html
Di Bupblish La Barakka