Opini : Dokter, Antara Profesi Dan Kebutuhan (Refleksi Hari Dokter Indonesia 24 OKTOBER 2014) -->
Cari Berita

Opini : Dokter, Antara Profesi Dan Kebutuhan (Refleksi Hari Dokter Indonesia 24 OKTOBER 2014)

Andi Rifki Ismulail
Kata “dokter” jika kita mendengarnya sejenak merupakan sebuah panggilan yang sangat sakral atau keramat sekalipun,seperti seorang nabi yang mengantar wahyu dari tuhan kepada setiap manusia di muka bumi ini. 

Secara operasional, definisinya adalah seorang tenaga kesehatan yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, berkesinambungan, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang komprehensif,efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. 

Layanan yang diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran.  Banyak orang tua yang menginginkan anaknya kelak menjadi dokter dengan memasukkannya di fakultas kedokteran sehingga bagaimanapun caranya mereka tempuh untuk bisa anaknya menjadi dokter, dengan landasan bahwa profesi dokter itu jarang yang ada menganggur jika dikaitkan dengan dunia pekerjaan di masa depan dan jumlah presentasi dokter umum di Indonesia masih belum ideal dan dibutuhkan waktu tiga sampai lima tahun kedepan untuk mewujudkan kata ideal, berdasarkan ketentuan rasio World Health Organization. 

Sesuai ketentuan, seharusnya ada 40 dokter umum per 100 ribu penduduk. Saat ini, baru 33 dokter umum untuk 100 ribu penduduk. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan bahwa dokter umum di Indonesia berjumlah sekitar 88 ribu, sehingga kekurangan 12.371 orang. Ia berharap dalam beberapa tahun ke depan, rasio ideal tersebut bisa terpenuhi.  

Banyak hal yang menjadi hambatan salah satunya adalah kualitas dan kuantitas output dari profesi kedokteran di beberapa fakultas kedokteran di universitas yang ada di Indonesia. Ada di beberapa daerah yang punya banyak dokter dari umum sampai yang spesialis tetapi ada juga daerah yang kekurangan dokter sehingga penyebarannya tidak merata, ini menjadi sebuah tugas dan tantangan yang dihadapi oleh kementerian kesehatan RI, Ikatan Dokter Indonesia dan lembaga lembaga dinas terkait.
  
Yang menjadi sebuah tanda tanya adalah profesi dokter saat ini yang merupakan sebuah primadona dalam setiap penerimaan mahasiswa baru di berbagai universitas yang ada,sangat banyak peminatnya untuk berlomba-lomba masuk menjadi bagian dari mahasiswa kedokteran,sehingga terkadang para calo atau sebutannya sebagai orang dalam dan berpengaruh memanfaatkan momentum ini untuk meraup pundi-pundi keuntungan yang banyak. Sehingga antara calon mahasiswa yang mengandalkan kepintarannya dan kekuatan uang akan bersaing untuk menjadi bagian dari mahasiswa kedokteran. 

Saya yakin kedepan akan berbeda outputnya jika ada karakter mahasiswa yang seperti itu, kecuali mau berubah untuk menjadi mahasiswa kedokteran yang jujur,berintegritas dan beretika mungkin itu lain lagi hasilnya,intinya kembali kepada diri kita masing-masing apakah ingin menjadi dokter berniat untuk mengobati masyarakat yang terkena penyakit atau mencari uang sebanyak-banyaknya. 

Ini menjadi sebuah dilema dalam sebuah profesi kedokteran dimana kita harus memperjelas niat utama kita dan memetakan berbagai hal yang perlu untuk kita lakukan di masa depan. 
  
Banyak dokter sekarang yang memanfaatkan profesinya untuk memenuhi ambisi hawa nafsu pribadinya sehingga tidak memperdulikan lagi aturan aturan yang mengikat profesi ini yang diatur dalam kode etik kedokteran. Terminologi “dokter” memberikan sejumlah predikat, tanggung jawab, dan peran-peran eksistensial lainnya. 

Tanpa melupakan sisi dominan proses pembelajaran dan pengembangan intelektual, seorang dokter juga pada prinsipnya diamanahkan untuk menjalankan tugas-tugas antropososial dan merealisasikan tanggung jawab individual kekhalifaan, mewujudkan “kebenaran” dan keadilan, yang tentunya tidak akan terlepas pada konteks dan realitas dimana dia berada. 

Dengan tetap mengindahkan tanggung jawab dispilin keilmuan, maka entitas dokter haruslah mampu mempertemukan konsepsi dunia kedokterannya dengan realitas masyarakat hari ini. Maka adalah penting memahami secara benar konsepsi dan melakukan pembacaan terhadap realitas yang terjadi didepan mata kita. 

Jika kita bawa pada paradigma kedokteran, maka konsepsi dunia kedokteran adalah humanisasi, sosialisme, penghargaan atas setiap nyawa, pembelajaran dan peningkatan kualitas hidup, keseimbangan hak dan kewajiban tenaga medis dengan pasien. 

Di masa depan menjadi seorang dokter tidak hanya bermodalkan pemeriksaan fisis dan anamnesis terhadap pasien dengan menggunakan stetoskop semata, seperti pandangan orang selama ini tetapi lebih daripada itu kita harus membuktikan sebagai mahasiswa yang menjalani pendidikan profesi dokter harus menjadi lebih daripada itu, seperti salah satunya mampu berkomunikasi dan menjalin hubungan emosional dengan baik,disini dibutuhkan jiwa kepemimpinan yang berkualitas dan baik. 

Karena demi mengakrabkan profesi ini dengan masyarakat kita harus mampu mengubah paradigma mereka bahwa dokter bukan profesi yang menakutkan ataupun apapun itu jika masyarakat menemuinya di ruangan klinik,rumah sakit ataupun di puskesmas. 
Dokter sebagai profesi di bidang kesehatan yang bertugas menyembuhkan pasiennya harus menjadi sahabat dan keluarga dekat dengan masyarakat sehingga mereka tidak malu-malu atau segan dalam menceritakan dan menjelaskan tentang penyakit yang dideritanya sehingga dokter dengan jelas pula mampu untuk mendiagnosa penyakit dengan baik,sehingga tujuannya pasien mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang dideritanya. Oleh karena itu mari kita menjadi dokter professional yang beretika dan berintegritas. 

(*) PENULIS : Andi Muh Rifqi Ismulail
Mahasiswa Kedokteran UNISMUH Makassar