Oleh Jose Manuel Tesoro
Majalah Asiaweek
====================
Artikel ini diterjemahkan dari laporan investigasi yang ditulis Majalah Asiaweek Vo. 26/No. 8, 3 Maret 2000. Membaca artikel ini kita akan diantarkan oleh Tesoro kepada konstruksi fakta-fakta yang berbeda dengan stigma yang melekat pada berbagai peristiwa pada 1998
Satu pertanyaan yang akan selalu terlontar ketika membahas tragedi 1998 di Indonesia adalah: benarkah Prabowo adalah dalang yang sebenarnya?
Berita Sebelumnya : Prabowo Kambing Hitam Pergantian Rezim 'Fitnah Kudeta' (7)
PENCULIKAN-PENCULIKAN
Pasukan khusus yang selalu patuh pada Prabowo salah menafsirkan perintahnya tentang penangkapan para aktivis pada awal 1998.
Berita Terkait :
- Prabowo Kambing Hitam Pergantian Rezim 'Dalang' (6)
- Prabowo Kambing Hitam Pergantian Rezim 'Perubahan Besar Saat Pulang Ke Rumah' (5)
- Prabowo Kambing Hitam Pergantian Rezim 'Pengunduran Diri' (4)
- Prabowo Kambing Hitam Pergantian Rezim ‘Kerusuhan' (3)
- Prabowo Kambing Hitam Pergantian Rezim ‘Rangkaian Kejadian (2)
- Prabowo Kambing Hitam Pergantian Rezim (I)
“Orang-orang itu tidak punya keinginan bertemu langsung atau menelepon saya,” tambahnya. “Saya ingin mengatakan,” kata Prabowo. “Semua yang saya lakukan, saya lakukan dengan se-pengetahuan atasan saya, dengan izin mereka dan di bawah perintah mereka.”
Di depan Dewan Kehormatan Perwira, Prabowo mengakui “kesalahannya”, tetapi tak dapat menolak dia hanya menjalankan perintah, sebagaimana diketahui seluruh rekannya. Atasan Prabowo, mantan Pangab Feisal Tandjung, dan penggantinya, Wiranto, sama-sama menolak bahwa pe-rintah tersebut berasal dari mereka, atau dari Panglima Tertinggi Soeharto. Prabowo menyatakan dia tidak pernah menerima secara langsung keputusan dewan kehormatan.
Tujuan dari operasi tersebut, katanya, adalah untuk menghentikan pengeboman. “Kami ingin mencegah rangkaian teror.” Beberapa tersangka, katanya, termasuk dalam daftar buron polisi. Tapi, ia mengakui kecerobohannya dalam bertindak. … Dia mengatakan dia tidak pernah memerintahkan penyiksaan.
“Saya hanya mendengamya melalui radio,” katanya. “Orang-orang itu tidak punya keinginan bertemu langsung atau menelepon saya,” tambahnya. “Saya ingin mengatakan,” kata Prabowo. “Semua yang saya lakukan, saya lakukan dengan sepengetahuan atasan saya, dengan izin mereka dan di bawah perintah mereka. Mungkin tidak semua yang ada di rantai komando, karena beberapa atasan saya senang bekerja langsung melompat ke bawah beberapa level. Tetapi ini saya katakan secara kategoris.”
Tujuan dari operasi tersebut, katanya, adalah untuk menghentikan pengeboman. “Kami ingin mencegah rangkaian teror.” Beberapa tersangka, katanya, termasuk dalam daftar buron polisi. Tapi, ia mengakui kecerobohannya dalam bertindak. Dia tidak pernah mengunjungi tahanan dari para aktivis, dan memercayakan laporan petugas yang menangani operasi tersebut. Dia mengatakan dia tidak pernah memerintahkan penyiksaan.
Aktivis Pius Lustrilanang menyebutkan bahwa, selama di penjara, dua aktivis lainya menceritakan padanya bahwa dituduh merencanakan memasang bom. Anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD), Faisol Reza, salah satu tawanan, menyangkal adanya keterlibatan partainya. “Pihak militerlah yang menyebarkan isu bom,” katanya. “Kami cuma korban.”
Lustrilanang kemudian menjelaskan, mencegah pengeboman bukanlah satu-satunya tujuan. Dia yakin dirinya dan rekan-rekannya diculik untuk menghindari demonstrasi yang dicemaskan akan mengganggu jalannya Sidang Umum MPR, Maret 1998. Prabowo mengatakan, penculikan itu adalah operasi tunggal. “Saya curiga,” tuturnya, “Tapi pada akhirnya, hal itu masih dalam tanggung jawab saya.”
“Dia berpikir dirinya orang dalam, padahal dia consummate outsider,” tutur sejarawan Amerika, Daniel Lev. Pendidikan luar negerinya membawanya pada persepsi Barat, yang dalam hal politik membuatnya bertentangan dengan keluarga Soeharto dan angkatan bersenjata. Bahkan identitas muslimnya dianggap kurang kental oleh kelompok radikal yang bersekutu dengannya.
Menurut KONTRAS, setidaknya selusin aktivis masih hilang. Lustrilanang mengatakan bahwa sedikitnya tiga di antara mereka pernah ditahan bersamanya. Prabowo terkejut dengan fakta ini, dan dia menambahkan tidak mengetahui nasib mereka yang hilang. Dia tetap enggan mengungkapkan identitas yang memberi perintah.
Sumber Soedoet Pandang