cerpen : Cinta Disinari SUNRISE (II) -->
Cari Berita

cerpen : Cinta Disinari SUNRISE (II)

Penulis : Uswatun Hasanah Junaid
Mahasiswa STAIN Palopo
Hari esok telah tiba, terlihat langit tidak begitu cerah, cahayanya masih enggan untuk menyinari bumi, masih sama dengan tema kemarin gadis itu tetap ingin mencari bukunya yang masih berada ditangan pemuda yang bernama junaid itu.

Gadis yang jarang bercengkerama dengan orang-orang kampus itu pun segera menepis kepusingan pikirannya memikirkan bukunya yang hilang itu.

“ahhh,,, ya sudahlah, kalau aku jodoh dengan buku itu nanti dia pasti akan kembali”

Mungkin inilah yang sangat dinantikan oleh kebanyakan orang tentang hari pendidikan nasional dimana bagi kalangan pendidik inilah hari sebagai momentum yang sangat bersejarah yang berhasil dicetus oleh seorang pemuda dizamannya yang berjuang untuk pendidikan generasi di Indonesia yaitu Ki Hadjar Dewantara. 

Tapi tidak dengan gadis itu, karena diusianya yang telah menginjak sweet twenty two menurutnya dia sama sekali belum ada perubahan yang signifikan tentang pendidikan yang ada di Indonesia. 

Terlihat pemerintah atau pejabat-pejabat pendidikan sering mengagung-agungkan pendidikan yang berkualitas di Indonesia diatas mimbar tapi nihil akan realita atau bukti nyata, hal ini mereka katakan seolah-olah hanya untuk menyenangkan hati para audience yang mendengarkan.

“cccuuiiihhh,,, ngomong doang tapi giliran diminta pembuktian banyak alasannya, kami butuh realitas bukan rekayasa!!” (mulutnya komat-kamit ketika membaca koran harian yang dibelinya)

“adik seorang mahasiswa?”(tanya penjual koran )
“menurut bapak saya mahasiswa apa bukan?”
“eeemmm... bukan”
“kenapa?”
“karena penampilan adik saya lihat bukan seperti mahasiswa”
“memangnya ada apa dengan penampilan saya pak? Saya kan pakai kain penutup bukan bikini”

“hahahaha... memang neng itu pakaiannya tertutup tapi yang saya ajak bicara sekarang kan bukan mahasiswa tapi mahasiswi”
“nah memang tadi saya bicara apa pak?”
“tadi neng itu bilangnya mahasiswa, itu kan salah tapi mahasiswi”

“loh itu kan Cuma berbeda gelar pak, ya gak masalah donk”
“yaahh masalah lah neng, itu artinya neng belum bisa berfikir kritis. Percuma kita selalu belajar bahsa yang tinggi, ilmu yang super dan ide-ide yang brilian namun istilah sederhana bahkan sangat simple dilupakan”

“ooww...betul juga tuh pak, banyak para kaum pendidik yang seperti itu bukan Cuma saya sih. Tapi kalau hanya itu yang dijadikan sebagai panduan bahwa pecuma kita selalu memperlajari ilmu-ilmu yang sudah level atas tapi melupakan ilmu level rendah, pasti semua orang akan bermasa bodoh pak, yang bagus tuh kalau sembari kita menuntut ilmu level tinggi sembari juga mengulang-ulangi pelajaran yang telah berlalu”

”bravo!! Itu yang sangat bagus neng”
“saya pergi dulu pak, mau menulis lagi sejarah untuk hari ini”
“jangan lupa masukkan aku juga didalam tulisan sejarah neng untuk hari ini yah”
“siip”

Gadis itu berlalu dari penjual koran itu, meski dia tadi berniat untuk menggali lebih banyak lagi tentang apa yang ada dipikiran bapak penjual koran itu karena waktu 7 menit yang ia gunakan bertanya jawab sangat memberi masukan buatnya apalagi ini dari seorang yang berprofesi bukan dari orang yang menempuh pendidikan formal. 

Dia sangat tertarik untuk lebih banyak belajar dari orang-orang seperti bapak penjual koran eceran tadi tapi kerana ada agenda lain yang ingin dipenuhi terpaksa dia menyudahi perbincangan itu.

Pada saat gadis itu ingin masuk ke perpustakaan seperti apa yang ia lakukan dari hari-hari sebelumnya, terdengar ada seseorang yang memanggilnya dari belakang sebelum ia memperlihatkan  kartu identitas anggota perpustakaan pada alat yang memang disediakan didepan pintu masuk perpustakaan.

“heeii..heii.. tunggu!!”
“saya?”gadis itu menunjuk dirinya keheranan
“ia kamu, siapa lagi”
“ada apa?”
“nih buku kamu yang kemarin kamu tinggalkan waktu kutabrak kemarin”

“terima kasih yah dan maaf saya kemarin tidak menabrak kamu kemarin”

“nggak usah minta maaf justru saya yang minta maaf karena kemarin saya tergesa-gesa pengen masuk perpustakaan kemarin dan tidak melihat kedepan membuat kamu kerepotan memungut buku kamu yang terjatuh akibat ketergesah-gesahan saya”

“ya udah saya maafkan kalau begitu, selesai kan?”
“hahahahaha,,,iya, terima kasih”
“ya udah, saya masuk duluan”

Gadis itu berlalu masuk ke perpustakaan dengan senyum tipis dibibirnya tanpa menunggu apa lagi yang akan diucapkan oleh pemuda yang bernama Junaid itu. 

Ketika gadis itu telah beranjak pergi, Junaid baru menyadari bahwa ia lupa menanyakan namanya.

“aadduuuhhh... siapa yah nama gadis itu, koq saya lupa menanyakannya”( menepuk jidadnya) ya udahlah besok mudah-mudahan bisa ketemu disini lagi”

Dilain tempat, ketika Junaid masih berpikir rencana untuk bertemu dengan gadis itu esok hari, berbeda dengan gadis itu yang sudah sibuk membaca buku yang telah ia rencanakan memang untuk dibaca tuntas hari ini. 

Ketika ia sedang asiknya membaca buku seperti lahapnya orang memakan makanan kesukaannya, terbayang wajah pemuda yang tadi ia temui didepan pintu masuk perpustakaan, lembaran demi lembaran ia buka saat itu pula muncul wajah pemuda itu dibacaannya, tulisan yang ia baca menari-nari kegirangan serta suara-suara yang ada disekelilingnya seperti ada suara pemuda itu memanggilnya dibalik lemari-lemari buku.

“dduuhh gusti... hilangkanlah wajah pemuda itu, aku sekarang lagi fokus menyelesaikan bacaanku pokoknya hari ini harus tuntas aku baca dan besok masih ada lagi yang ingin aku baca tuntas, besok dan besoknya lagi, tidak ada waktu untuk membayangkan pemuda itu”

“uhuk uhuk uhuk...”
Suara batuk yang berasal dari balik lemari membuyarkan ingatan gadis itu tentang pemuda yang barusan ia temui dan ketika ia menoleh ternyata si pemilik batuk itu ialah dosen yang selama ini ia jadikan sebagai orang tua kedua di kampus.

“ahh...bapak mengagetkan saya saja”
“looohhh...bukan maksud bapak ingin mengagetkan kamu nak, Cuma dari tadi bapak perhatikan kayaknya wajah kamu berbeda dari sebelumnya (sambil tersenyum tipis)”

“masa sih pak?? Perasaan hari ini saya berdandan seperti hari kemarin koq”

“bukan masalah dandanannya yang saya lihat nak, tapi raut wajahmu yang bukan seperti biasanya, pasti ada sesuatu yang sedang mengganggu pkiranmu”

“memang ada sih pak, tapi ini tidak terlalu urgent koq untuk dijadikan pembahasan panjang”
“oyah??”

“iya pak, ini hanya sekedar numpang lewat koq diingatan saya, hahahahaha...”

“ya udah syukurlah kalau begitu. Tapi ngemeng-ngemeng yah, ada yang ingin bapak diskusikan dengan kamu tapi bukan disini tempatnya karena ini bukan tempat yang bagus untuk diskusi bagaimana kalau kita diskusi di kantin perpustakaan saja?”

“bravo...!! dari tadi saya menunggu seseorang yang bisa mengeluarkan rupiahnya untuk saya di kantin. Hehehehe”
“hahahahaha... kamu kan selalunya begitu, suka cari yang gratisan”

“iyalah pak, selagi masih ada kesempatan ya dimanfaatkan lah dengan sebaik-baiknya. Hehehehe”

Cuaca mendung di perpustakaan kampus hari itu tidak menjadikan semangat gadis itu sama dengan kondisi cuaca yang ada. Kantin perpustakaan bukan hanya dikajikannya sebagai pengisi perut saja tetapi juga pengisi otak, mumpung dia sedang bersama dosennya saat ini dia manfaatkan untuk memeras ilmunya agar ada transformasi ilmu yang ia dapatkan dari dosen yang selama ini ia jadikan sebagai orag tua terdekat di kampus. 

Diskusi tanya jawab begitu panjang hingga dentuman suara muadzin mengingatkan mereka bahwa waktu telah menunjukkan masuk waktu sholat.

“wahh... sayang sekali pak waktu sholat telah masuk padahal saya masih ingin berdikusi dengan bapak”
“aaahhh nak ini kayak tidak bisa saja bertemu dengan bapak di kampus, selama bapak masih ngajar disini dan waktu kosong ada InsyAllah lain kali akan lebih seru dibanding hari ini”
“aamiin sekali pak... saya harap bapak tidak pernah bosan-bosan membibing saya”

“aahhh...bapak sebenarnya sudah sangat bosan membimbing kamu dengan gaya kamu yang seperti ini kayak laki-laki hanya penutup kepalanya saja yang membedakan dan tidak anggun dalam berbicara”

“hahahahaha... itukan sudah jadi kebiasaan saya dari kecil pak dan dari kecil saya sudah terbiasa dengan berbicara nada keras dan terdengar kasar”

“yaahhh... bapak harap kebiasaan kamu itu tetap harus diubah nak”

“iya pak iya saya akan usahakan”

***

“hai, ketemu lagi”
“iya”
“mau masuk perpustakaan?”
“nggak, tapi mau ke kantin.ya iyalah saya mau masuk perpustakan memangnya kamu lihat saya mau kemana”
“hahahaha... jangan judes donk kan masih pagi nih”
“terserah saya lah, kehadiran Anda dihadapan saya sekarang ini membuat perasaan saya tidak membaik jadi harap jangan bertemu dengan saya lagi”
“kenapa? Saya kan hanya ingin berteman dengan Anda. Bukannya Allah suka dengan hambanya yang menyambung tali silaturrahim?”
“saya faham tapi untuk Anda saya tidak akan membuka pertemanan”
“saya tidak mengerti dengan...”

“stop!! Saya kesini untuk menambah ilmu bukan untuk menambah kosa kata yang tak berguna dengan Anda”

Seperti sedang ditolak kedatangannya oleh dosen killer, Junaid tidak habis fikir kalau niatnya untuk menjalin pertemanan ditolak mentah-mentah oleh gadis itu tapi itu tidak menyurutkan niatnya untuk mendekati gadis itu karena kesan awal yang membuatnya ingin lebih mengenal gadis itu. Ia justru lebih tertantang untuk mengakrabkan diri dengan gadis itu karena ini berbeda dari gadis yang telah ia dekati sebelumnya.
***

“nes, hari ini aku bertemu dengan seorang pemuda yang cakep dan kelihatannya ia baik. Untuk menatap matanya pun aku tak sanggup, berkatapun lidahku terasa kaku dan beku. Harus kah aku terus menerus seperti ini? Aku sangat ingin memiliki teman laki-laki, tapi setiap aku bertemu dengan laki-laki aku seperti mematung dan tidak tahu memembuat kata-kata sebagaimana aku mencoret-coret dirimu dengan seabreg kata-kata... nes, andaikan besok atau lusa aku bertemu dengan pemuda itu, beritahu aku apa yang harus aku lakukan... o_^”

Satu paragraf cerita yang digoreskan didalam karangan gadis itu yang diberi nama NES kepanjangannya NESTAPA. Disetiap sore hari menjelang senja ia selalu menulis sesuatu yang bisa ia isi dihalaman NES selanjutnya entah di pelabuhan, di pantai, di cafe, di kamar, di dapur, dan dimana pun. 

Gadis itu bernama Halwah Burhan yang berasal dari desa Tampinna yang terletak didaerah Luwu Timur.

Nantikan cerita NES selanjutnya...!!!

Publish La Barakka