Latenritatta to unru Arung Palakka |
Meskipun sudah mencapai tiga abad lamanya setelah Arung Palakka Latenritatta yang membebaskan Kerajaan Bone dan Soppeng pada Abad ke 17 namun apresiasi masyarakat Bone Khususnya masyarakat Bone dan Soppeng untuk mengetahui sejarah perjuangan Arung Palakka sebagai Raja Bone yang ke XI 1672- 1696 masih sangat tinggi terkhusus generasi mudanya.
Pada waktu Kerajaan Bone dan Soppeng berada dibawah kekuasaan Gowa Latenritatta to unru Arung palakka yang pernah ditahan oleh gowa saat masih berumur 11 tahun bersama ayah, ibu dan neneknya selama 14 tahun. barulah dapat melepaskan diri dari tawanan Gowa setetelah berhasil melarikan diri bersama sejumlah hampir 10.000 orang pekerja paksa yang berasal dari Bone apada kekuasaan Gowa pada pertengahan bulan september 1660.
Selama 7 tahun berjuang melawan kerajaan Gowa berkat bantuan Sultan Buton, Sultan Ternate, Sula, Bacan, Tidore, dan Ambon serta seluruh rakyat Bone dan Soppeng ditambah dengan bantuan dan dukungan kompeni belanda barulah mampu membebaskan Bone dan Soppeng dari kekuasaan gowa yang mana selama 17 tahun berada dibawah kekuasaan Gowa.
Atas peretasi itulah sehingga melalui persekutuan raja-raja bugis sesulawesi selatan sepakat mengangkat Arung Palakka menjadi Datu Tungke'na Tana Ogie (penguasa tunggal kerajaan bugis ) sesudah ditandatanganinya perjanjian Bungaya pada tanggal 18 november 1667
Sebagai orang bugis Arung Palakka selalu memegang teguh adat dan patuh terhadap hukum, teristimewa didalam mempertahangkan yang namanya 'siri' karena menurutnya membela dan mempertahankan rasa malu/Siri' adalah harga mati. bila seseorang sudah dipermalukan maka (ripakasiri') dari orang lain, maka sudah seharusnya mati dengannya karena mati mempertahankan siri' sama dengan mati rigollai iyaregga risantangi, karena itulah Arung Palakka bangkit melawan Gowa untuk mengangkat, " Pasorompessinna Tana Bone" demi untuk membela harkat dan martabat serta kehormatan rakyat dan kerajaan Bone yang pernah diperbudak oleh Kerajaan Gowa.
Disinilah muncul penomena yang menganggap Arung Palakka tidak profesional dan dikalangan raja tertentu sehingga menyebut Arung Palakka sebagai penghianat, bangsa yang mengundang kontrapersi dikalangan masyarakat bugis-makassar padahal didalam ketokohan Arung palakka dikalangan mayarakat bugis dikenal ebagai pahlawan kemanusiaan dan pembela HAM pada Abad Ke 17.
Oleh La Barakka
Referensi : H. Abdul Kahar, Arung Palakka Datu Tungke'na Tana Ugie 2007